Selasa, 30 Agustus 2011

पेन्येसुऐअन अवल hijriyah

Penyesuaian Awal Bulan Hijriyah, Urusan Fiqih atau Poitik?




Fatwa ru'yah bulan Ramadhan dan perbedaan yang terjadi antara negara-negara Islam dalam penentuan awal bulan Ramadhan saat ini mungkin dianggap menjadi satu masalah. Sebagaian mengatakan bahwa hal tersebut merupakan keputusan politik bukanlah kewajiban taabuddiyah.

Apa tanggapan Anda dalam masalah yang senantiasa terjadi pada setiap tahunnya ini?


Jawab :

Saya meyakini hal ini tidak berkaitan dengan masalah politik, justru sebaliknya berkaitan dengan masalah fiqh. Mengapa? Karena masalah ini mempunyai landasan fiqh sendiri. Bahkan, beberapa madzhab pun berselisih pendapat dalam hal istbat Ramadhan.

Pendapat pertama mengatakan kesaksian satu orang sudah cukup, pendapat lain mengatakan harus dengan kesaksian dua orang.

Sedangkan madzhab Hanafi menetapkan ru'yah haruslah dilakukan dalam jumlah banyak dan dalam tempo singkat. Mereka mengatakan dalam kondisi berawan bisa saja awan menghilang, kemudian hilal itu nampak dan hanya disaksikan oleh satu orang, kemudian langit kembali berawan (mendung). Tetapi pada saat kondisi langit cerah, mengapa hanya disaksikan oleh satu dua orang bukan dengan orang banyak? Dengan dalil inilah maka disyariatkan ru'yah itu dikerjakan oleh orang banyak, 50 orang misalnya. Ini bagi saudara-saudara kita yang tinggal dinegara-negara seperti Pakistan, Afghanistan, India dll.

Sedangkan di negara seperti Saudi Arabia kesaksian dua orang saleh dalam melihat hilal, dianggap sudah mencukupi.

Itu dari satu sisi persoalan. Kemudian dari persoalan lain, ketika bulan Ramadhan sudah ditentukan oleh suatu negara, apakah negara-negara lain wajb mengikuti itsbat (penentuan) tersebut?

Dalam hal ini juga terjadi perselisihan pendapat. Sebagaian ulama mengatakan setiap negara mempunyai ru'yah masing masing. Sebagian lain menakan negara-negara lain wajib mengikuti istbat yang sudah ditentukan oleh negara lain.

Perselisihan seperti ini sudah terjadi sejak masa para sahabat. Dengan alasan telah dikatakan kepada Abdullah bin abbas bahwa Muawiyah berpuasa pada jumat malam. Akan tetapi kami mulai berpuasa pada sabtu malam dan terus berpuasa sampai melihat hilal atau dengan menyempurnakannya sampai 30 hari dan tidak mengilkuti puasanya Muawiyah. Dari sinilah muncul perselisihan dari segi astronomi (falak). Sebagaian madzhab seperti Hanbali menolak hisab. Sedang Mathraf bin Abdullah mengatakan sejak masa Tabiin cara hisab sudah mulai dipakai.

Abu Abbas bin Suraij-pengikut madzhab Syafii-juga menggunakan cara hisab dalam menentukan awal atau akhir bulan. Dengan dalil sabda Rasulullah saw. "Jika hilal tak tampak olehmu maka kira-kirakanlah!"

Oleh sebab itu, orang-orang Syafi'iyyah berpendapat, seorang hasib (ahli ilmu hitung) beramal dengan hasil hisabnya, begitu juga mereka yang mempercayai hisab tersebut maka ia juga beramal sesuai dengan apa yang diperoleh dari hasib tersebut.

Di antara ulama yang menempuh cara hisab tersebut adalah Syaykh Ahmad Syakir, ahli Hadis salafi yang dikenal lewat risalahnya "Awail al-Syuhur al-'Arabiyyah", dan Syaykh Mustafa al-Zurqa. Akan tetapi saya sendiri memilih jalan tengah. Saya katakan: "Kita menggunakan hisab dalam hal al-nafyi (meniadakan) bukan dengan dengan itsbat (menetapkan). Artinya, kita mengitsbat dengan mata telanjang (ru'yah bashariyah) atau dengan teropong. Tapi dengan syarat, ahli hisab tidak mengatakan bahwa ru'yah tersebut tidak mungkin atau mustahil dilakukan.

Jika secara astrologi Hilal tidak nampak (hitungan), maka tidaklah mungkin diru'yah. Sedangkan pada kondisi tertentu mungkin ru'yah dilakukan setelah sempurna hitungan falak, barulah dilakukan itsbat. Teori ini dinashkan oleh salah seorang imam pengikut Mazhab Syafi'i, yaitu Taqiyyuddin al-Sabki. Kalau secara falak hilal itu belum nampak, maka tidaklah diambil kesaksian beberapa saksi. Hal ini disebabkan kesaksian itu bersifat dugaan (dzanniy), sedangkan perhitungan ahli hisab itu sendiri bersifat pasti (qath'i). Sedangkan dalil dzanniy tidak mengalahkan dalil qath'i. Dengan demikian kita sudah memperkecil atau mengurangi perbedaan yang terjadi.

Yang sangat disayangkan, sejak beberapa tahun selisih perbedaan itu mencapai masa empat hari. Ini suatu hal yang tak masuk akal.

Kalau kita mengambil dengan cara hisab, kemudian dilanjutkan dengan cara ru 'yah, hasilnya akan saling mendekati. Walaupun sekiranya terjadi perbedaan, cuma satu hari saja, tidak lebih.

Selanjutnya saya ingin mengatakan, kalaulah sulit kita menyatukan seluruh kaum muslimin di seluruh dunia (dalam hal itsbat), maka kita bisa menerapkan kesamaan itsbat dalam satu negara. Artinya dalam satu negara tidak terjadi perbedaan dalam penentuan awal atau akhir bulan Ramadan. Mereka yang di wilayah barat berpuasa sesuai dengan hasil ru'yah yang sudah mereka lakukan dengan peralatan yang lebih modern tentunya.

Oleh karena itu, kita mencoba membentuk Majlis Islami yang bertugas menangani masalah kapan penentuan awal puasa dan awal berbuka (Syawal).

Saya tutup pembahasan ini bahwa kesalahan dalam satu masalah bisa ditolerir. Kalau seseorang melakukan kesalahan dalam satu hari dari bulan Sya'ban atau Ramadhan, dan mengulanginya (menggantinya), hal ini bisa diterima. Yang terpenting seseorang berpuasa dan berbuka bersama dengan penduduk di daerahnya. Sabda Rasulullah saw. "Puasamu adalah di hari-hari di mana kalian berpuasa, dan bukamu adalah di hari di mana kalian berbuka, dan kurbanmu adalah di hari dimana kalian berkurban."

Alih bahasa : SM. Mahfoedz.
* Diambil dari fatwa DR.Yusuf Qordowi

Senin, 29 Agustus 2011

मेनुजू कलेंडर सतु हिल्रियाह पेमेर्सतु UMAT

Oleh : Prof. Dr. Thomas Djamaluddin
dakwatuna.com - Mari kita niatkan bersama untuk mewujudkan kalender hijriah menjadi kalender pemersatu ummat. Suatu kalender yang mapan yang setara dengan kalender Masehi. Jangan teruskan mengkerdilkan kalender hijriah dalam kotak kelompok-kelompok kecil, sehingga kalender hijriah hanya berlaku untuk ormas tertentu saja, tidak berlaku nasional apalagi global. Untuk menjadi sistem kalender yang mapan tiga syarat harus terpenuhi:

Ada otoritas (penguasa) tunggal yang menetapkannya.
Ada kriteria yang disepakati
Ada batasan wilayah keberlakukan (nasional atau global).

Kita lakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat nasional, kemudian diperluas menjadi regional, dan akhirnya global. Untuk tingkat nasional kita tinggal selangkah lagi. Otoritas tunggal kita sudah mempunyainya, yaitu pemerintah yang diwakili Menteri Agama. Batas wilayah keberlakukan kita sepakati dulu batas wilayah NKRI. Tinggal satu lagi yang kita upayakan, menyamakan kriteria. Kriteria yang kita tetapkan harus bisa mempertemukan hisab dan rukyat, sehingga aplikasinya senantiasa sejalan dengan kebutuhan ibadah yang bagi sebagian kalangan mensyaratkan adanya rukyatul hilal. Itu mudah, kita gunakan kriteria imkanur rukyat atau visibilitas hilal. Dengan kriteria itu kita bisa menentukan kalender dengan hisab sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan, selama kriterianya belum diubah.
Seandainya, kriteria itu sudah kita sepakati, satu tahapan dapat kita capai: kita akan mempunyai satu kalender hijriah nasional yang baku. Sistem kalender yang berlaku untuk semua ormas dan menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan hari-hari besar Islam. Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha insya Allah akan seragam, karena hasil rukyat pun insya Allah akan sejalan. Sidang isbat, kalau masih diperlukan, hanya untuk menetapkan hasil rukyat dan menetapkan keputusan ketika ada permasalahan dengan hasil rukyat dalam kondisi mendung dengan tetap merujuk pada kriteria hisab-rukyat yang disepakati.
Marilah kita bermimpi untuk kemudian memperluasnya ke tingkat regional dan global. Mungkinkah? Sangat mungkin. Kita perluas otoritasnya menjadi otoritas kolektif regional (misalnya kesepakatan tingkat ASEAN) atau global (misalnya kesepakatan Organisasi Konferensi Islam, OKI) dan kita perluas wilayahnya menjadi wilayah regional atau global. Kalau perlu kriterianya ditinjau lagi untuk mendapatkan kesepakatan di tingkat regional dan global. Yang demikian sederhananya konsep penyatuan kalender hijriah itu, yang terpenting ada keterbukaan untuk mencari kesepakatan.
Lalu bagaimana konsep harinya untuk pemberlakuan secara global? Kita harus sadari, kriteria imkanur rukyat terkait dengan batas tanggal qamariyah (lunar date line) yang senantiasa berubah-ubah. Kita tidak mungkin mendapatkan “satu tanggal satu hari” di seluruh dunia. Jadi kita tidak mungkin untuk mendapatkan, misalnya, hari Arafah 9 Dzulhijjah seragam Senin di seluruh dunia, kecuali bila garis tanggalnya memungkinkan. Peluang terbesar, akan terjadi dua hari untuk tanggal hijriah yang sama. Misalnya di wilayah Barat Senin, tetapi di wilayah Timur Selasa.
Konsep “satu hari satu tanggal” yang dihendaki sebagian orang hanya dapat terjadi kalau terjadi “pemaksaan”. Wilayah yang belum mengalami rukyatul hilal (berdasarkan kriteria imkanur rukyat) dipaksa untuk ikut wilayah yang sudah imkanur rukyat. Artinya, menggeser garis tanggal qamariyah menjadi sama dengan garis tanggal internasional. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah membuat zona-zona tanggal, seperti dilakukan oleh Ilyas dalam gagasan Internasional Islamic Calendar Program auat Odeh dalam program Universal Hijric Calendar. Odeh membagi dunia menjadi Zona Timur (180 BT – 20 BB, Asia, Afrika, dan Eropa) dan zona Barat (20 BB – 180 BB, Benua Amerika). Dengan konsep zona, “pemaksaan” juga terjadi, tetapi dalam lingkup yang lebih terbatas. Saya lebih cenderung untuk menggunakan garis batas tanggal qamariyah dengan sedikit pembelokan menurut wilayatul hukmi.
Berikut ini contohnya:
Kita ambil kasus penentuan Syawal 1432. Bila menggunakan kriteria “beda tinggi bulan-matahari >4 derajat dan jarak bulan-matahari >6,4 derajat”, garis tanggalnya adalah garis yang paling bawah (4 derajat) dan garis pendek (jarak bulan-matahari 6,4 derajat). Itu berarti di wilayah Afrika Tengah dan Selatan serta Amerika Tengah dan Selatan, awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Di wilayah lainnya (termasuk Indonesia dan negara-negara Arab) awal Syawal Jatuh pada 31 Agustus 2011.
Bila menggunakan kriteria Odeh, wilayah yang mulai bisa mengamati hilal pada 29 Agustus dengan menggunakan alat optik (teleskop atau binokuler) adalah wilayah yang berwarna biru. Wilayah berwarna magenta dan hijau menyatakan wilayah yang mungkin bisa melihat hilal dengan mata telanjang. Berdasarkan garis tanggal warna biru, kita bisa simpulkan di Afrika Selatan, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan 1 Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Di wilayah lain, termasuk di Indonesia dan negara-negara Arab 1 Syawal jatuh pada 31 Agustus 2011.
Dengan menggunakan kriteria yang disepakati, kita bisa membuat garis tanggalnya. Berdasarkan garis tanggal itu kita bisa tentukan awal bulan di berbagai negara, dengan menggunakan prinsip wilayatul hukmi. Dengan sistem teknologi informasi yang makin canggih, pembuatan garis tanggal mudah dilakukan dan mudah diakses oleh siapa pun. Kita bisa menghitung untuk sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan dengan mudah.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2011/08/14274/menuju-kalender-hijriah-tunggal-pemersatu-ummat/

Posted in: RAMADHAN

Minggu, 28 Agustus 2011


Mahabbah dan Ukhuwah
Oleh : Firdaus




Secara bahasa kata ukhuwah berarti persaudaraan. Kata ini seakar dengan kata yang berarti memperhatikan. Ini mengisyaratkan untuk terwujud persaudaraan perlu ada perhatian antara mereka yang bersaudara. Perhatian muncul karena ada persamaan di antara mereka. Dari sini kata ukhuwah dimaknai sebagai persamaan dan keserasian dengan pihak lain, meliputi persamaan keturunan, persusuan, suku, bangsa, agama, dan profesi.

Islam menilai hidup dalam persaudaraan yang diilhami iman sebagai nikmat terbesar dan ikatan yang kokoh. Allah SWT berfirman, "Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (QS 3:103).

Persaudaraan sesama mukmin merupakan konsekuensi dari iman mereka. Mukmin yang tidak dapat hidup bersaudara dengan mukmin lain dalam kehidupan masyarakat, berarti imannya bermasalah. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS 49:10).

Islam mengakui persaudaraan yang berlaku universal, meliputi sekalian manusia. Ini dipahami dari doa yang selalu dibaca Rasulullah SAW setelah shalat, "Ya Allah ya Rabb kami, Rabb segala sesuatu serta pemiliknya, saya bersaksi bahwa Engkau Allah Yang Maha Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Mu Ya Allah ya Rabb kami, dan Rabb serta pemilik segala sesuatu, sesungguhnya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Mu dan utusan-Mu. Ya Allah ya Rabb kami, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya, sesungguhnya kami bersaksi bahwa semua hamba-Mu adalah bersaudara." (HR Ahmad).

Doa ini berisikan pengakuan prinsip ukhuwah yang diletakkan setelah syahadat kepada Allah dan syahadat rasul. Doa ini menegaskan dua bentuk persaudaraan, yaitu persaudaraan semua manusia (ukhuwah insaniyah ammahi) dan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah).

Agar persaudaraan sesama mukmin kokoh perlu ada mahabbah (kecintaan) yang dibuktikan dengan membersihkan hati dari sifat iri, dengki, benci, permusuhan, dan pertengkaran. Mahabbah mendorong mukmin memosisikan orang lain seperti diri sendiri. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).

Mahabbah mendorong mukmin berlaku itsar, yaitu mengutamakan kepentingan saudara atas diri sendiri. Mukmin akan rela lapar dan haus demi mengenyangkan dan menyegarkan saudaranya, dan rela dadanya ditembus peluru untuk menebus saudaranya. Allah berfirman, "Dan oarng-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu." (QS 59:9).




Jumat, 26 Agustus 2011

मालाम सेरिबू BULAN


MALAM SERIBU BULAN

Sungguh telah aku tutrunkan dia (Al Qur'an) dalam Lailatul Qodar. Tahukah kamu apa itu Lailatul Qodar. Lailatul Qodar itu lebih menjadi pilihan ketimbang seribu bulan. Para malaikat dan (Jibril yang menjadi Ruh), turun di malam itu atas izin Tuhan mereka (mengurai) segala (belitan) urusan. Mereka menyapa "salam" (selamat bagi semua, hamba Allah yang teguh). Malam seribu bulan itu (menebarkan berkahnya) samapai fajar menyingsingkan pijar.

Ketika datang Lailatul Qodar, Nabi sedang sujud. Bersamaan dengan datangnya, hujan turun dengan derasnya. Air hujan yang pealn-pelan menggenangi tempat sujud Nabi, yang dengan lembut menyapa kulit muka beliau, sama sekali tak mengurangi keasyikan beliau menikmati prosesi malaikat yang dipimpin Jibril turun membelai dan menebar al qadar di muka bumi. Nabi yang tenggelam dalam keasyikannya.

Keasyikan berbeda yang tak ada seorang perawi pun mengisahkannya secara imajiner, dilukiskan seorang ulama sebagai yang tiada taranya. Terbukti dengan sujud Nabi yang sangat panjang, sangat lama dan tidak mempedulikan bagian gemercik air hujan yang makin lama membahasi pipi-mulia Nabi. Beliau sama sekali tidak bergeming. Tenggelam dalam keasyikan mendalam mengikuti prosesi malaikat dalam tabuh merdu segala merdu. Dlaam kidiung keselamatan membuluh perindu, yang didedangkan tak henti sampai fajar menyapa semesta. Malaikat pun menorehkan keindahan di mana-mana. Di hati pemburu Laialtul Qodar. Di hati kita. Wao! Betapa!

Kita telah melakukan ancang-ancang sejak awal Ramadhan dan nafsu selama sua puluh hari penuh telah kita latih menyabari amal yang paling membosankan sekalipun. Kita lakukan amal yang di luar Ramadhan tidak pernah kita kerjakan. Tarawih, tadarrus, dan sedekah.

Kita telah melatih hati dan nafsu kita untuk memiliki ketahanan dan daya tahan kuat demi pahala yang terhitung kelipatannya. Di antara kita bahkan ada yang sudah memulai iktikaf sejak tanggal sebelas, lalu meneruskannya dengan lebih intens hingga Ramadhan berakhir. I'tikaf adalah adalah bagian dari ibadah yang paling ringan. Hanya thenguk-thenguk, duduk diam di masjid, tanpa bacaan, tanpa menggerakkan anggota badan, bahkan terkantuk-kantuk, namun punya nilai dan berpahala.

Nabi menganjurkan kepada kita menangguk datangnya Lailatul Qodar dengan ber i'tikaf itu, dengan ibadah paling ringan itu. Agar semua kita bisa melaksanakan dan memperoleh keunggulan malam seribu bulan yang dahsyat itu, yang setiap mukmin pasti mendambakannya itu. Allah menggambarkan, Lailatul Qodar (seharusnya) menjadi pilihan ketimbang seribu bulan. Artinya, dia sangat diikhtiarkan sungguh-sungguh oleh setiap shaim. Dan itu tidaklah terlalu berat. Dia berada dalam satu malam pada lima malam (saja) yang dijanjikan pasti datang, yaitu pada malam-malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.

Begitu menurut Nabi. Di antara kita (dari sekian Muslim yang berpuasa) telah memanjakan nafsu dan keinginan untuk lebih suka bersantai sebelum malam-malam itu menjelang. Tidur dan merenung. Setelah malam-malam itu lewat, kita berbuat sesuka nafsu keinginan kita. Sepanjang tahun. Allah dan Nabi menginginkan agar orang-orang beriman dapat menikmati pemandandan sangat indah, prosesi malaikat yang dipimpin Jibril turun ke bumi dengan gebyar warna-warni indah pelangi yang serasi. Sambil menebar janji pahala tak terhingga kelipatannya, hanya satu malam saja ditangguk oleh shaim yang berlega hati "thaharri berupaya bersungguh-sungguh "menemukannya". Sungguh.

Kita semua percaya itu, karena kita mukmin yang beriman pada yang ghaib. Prosesi malaikat Laialatul Qodar itu ghaib dan hanya bisa disaksikan dengan mata hati yang tajam, bening, dan bersih dari "roin" (cemar duniawi yang menyaput nurani karena perbuatan tak bermutu yang dilakukan sehari-hari). Selama dua puluh hari kita telah mengelap gemerlap hari kita, membersihkannya dari "roin" sehingga manakala kita berlega hati meneguhkan konsentrasi penuh mencegat iring-iringan prosesi malaikat dan Ruh di malam al-qadar itu, dengan mata hati kita yang telah bening itu, niscaya kita akan dapat menyaksikan keindahan tiada tara itu. Keindahan malam seribu bulan.

Mudah-mudahan di malam itu kita sempat menggumamkan doa : "Rabbana Inna Ka 'Afuwun Karim, Tuhibbul 'afwa fa'fu anna". "Duh Gusti, Paduka Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, Paduka menyukai pengampunan, ampunkan dosa kami. " Kembalikan Gusti, perekat kebangsaan kami, perekat keindonesiaan kami. Amin.
1.Dlm 10 hari terakhir, ad satu doa yg selalu kita ucapkan, "Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa fa'fu 'anna." #maaf

2.Yg artinya, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau zat yg Maha Pengampun.Kau mencintai ampunan.Krn itu, ampunilah kami." #maaf

3.Doa memohon ampunan ini mencerminkan tiga makna, yaitu.. #maaf

4.Pertama,org yg suka meminta #maaf & memohon ampun kpd Allah adalah org yg tdk sombong.

5.Org tsb selalu merasa dirinya pnh dosa & kesalahan,shg akan trs memperbaiki dirinya. #maaf

6.Kedua,org yg suka mmhn ampun & #maaf kpd Allah akan mnjdi pribadi yg khudznudzon kpd Allah swt.

7.Dari sikap khudznudzon (prasangka baik),mk akan melahirkan pribadi yg optimis. #maaf

8.Dirinya akan berpikir bhwa apapun yg terjadi dlm kehidupannya adlh agar lbh dekat kpd Allah. #maaf

9.Jika diberi harta, mk dgn harta tsb dia akan slalu berusaha mendekatkn diri kpd Allah dgn cara byk memberi. #maaf

10.Jika diberi sakit,mk dia yakin sakitnya dpt menggugurkan dosa shg dia bs lbh dkt kpd Allah. #maaf

11.Sehingga, hal Ini pun akan menjadikannya sbg pribadi yg produktif. #maaf

12. Kalimat #maaf ini akan menjadikan kita sbg manusia biasa, mrasa mjdi org yg pnh salah, shg tdk pernah sombong.

13. Krn esensi dr takwa bukanlah org yg tdk pernah punya salah. Tp justru org yg punya salah, lalu bertaubat. #maaf

14.Ketiga, sbg Implikasinya diri kita jg hrs saling memaafkan kpd ksalahan yg sifatnya pribadi, bkn ksalahan publik. #maaf

15.Jika kesalahan publik hrs ditindak dgn seadil2nya, namun kesalahan pribadi hendaklah dimaafkan. #maaf

16. Jgnlah menjadi pribadi yg mendendam. Kita hrs bisa membuka pintu #maaf yg sebesar2nya kpd org lain.

17.Jgnlah menjadi pribadi yg gengsi u memaafkan dan penuh suudzon atau prasangka buruk thd org lain. #maaf

18.Krn pribadi yg spti itu tdk akan pernah maju d dlm hidupnya. #maaf

19.Sikap slg memaafkan & mengedepankan kepentingan saudaranya ini tercermin pd perilaku kaum Anshar thd kaum Muhajirin. #maaf

20.Hal ini digambarkan dlm QS Al-Hasyr (59) ayat 9. #maaf

21. "..dan mrk mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, mskpun mrk jg memerlukan.." (59:9) #maaf

22.Jika kt tlh memohon ampun kpd Allah,mk goal di 10 hari terakhir ini a dijauhkan dari api neraka. #maaf

23.Dijauhkan kita dr api neraka, bknlah smata2 krn amal kita, namun krn rahmat&ridha dr Allah. #maaf

24.Jika itu semua ada,maka itulah makna sesungguhnya dr laitul qadr. #maaf

25.Ciri dr seseorang mdptkn lailatul qadr a hidupnya smkn tenang, pnh keindahan,&keselamatan. #maaf

26.Mdh2an kt semua diberikan ampunan o Allah swt serta mendapatkan keagungan dr mlm laitul qadr. Amin.

27.Semoga kt bs menjadi pribadi yg dpt saling memaafkan serta penuh prasangka baik. Amin..

28.Demikian kultwit singkat ttg ampunan dan #maaf ini. Semoga bermanfaat.

*)Direkap dari: http://twitter.com/hafidhuddin
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

Jumat, 12 Agustus 2011

Daftar gabung dan jadi kader pks ?


ingin berjuang bersama pks cipunagara?

kirim pasphoto dan biodata.

nama:

alamat:

tempat/ygl lahir:

pekerjaan;

kirimkan ke email.:Abuvhaiz@gmail.com//http;pksejahteracipunagara.blogspot

Kamis, 04 Agustus 2011

alhamdulilllah

salah satu gizi spiritual dalam menghadapi kehidupan adalah bersahabat dengan alhamdulillah,orang orang yang sering bersahabat dengan gizi spiritual ini.insyllh hidupnya akan lebih bahagia dibanding yang mereka duga..

Alhamdulillah ya Allah,engkau titipkan kepadaku seorang istri,sebab banyak orang yang ingin beristri amin belum menemikannya.istri dengan segala kesulitanya untuk di didik,menyebabkan hambaMu ini harus banyak belajar ilmu "andragogy'.yaitu belajar untuk orang orang dewasa,,terimakasih ya Allah......

alhamdulillah ya Allah,Engkau telah menitipkan kepadaku seorang suami,sebab banyak orang yang ingin bersuami namun belum menemukaunya
Suami dengan segala keangkuhannya ,menyebabkan hambamu banyak belajar sabar..!
alhamdulillah ya Allah.......