Jumat, 30 September 2011

JIKA ROKOK HARAM siapa yang menghidupi petani..?


Rabu, 28 September 2011 20:30 Muhammad Abduh Tuasikal


Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Dalam posting di rumaysho.com sebelumnya, telah dibahas mengenai “Perdagangan yang Membawa Mudhorot”. Dalam bahasan tersebut telah penulis singgung mengenai haramnya rokok dan hukum jual beli rokok. Sebagian orang awam lantas asal ceplas-ceplos, “Jika rokok haram, lantas siapa yang akan hidupi para petani? Lantas siapa yang akan beri makan pada para pekerja di pabrik rokok?” Jawaban semacam inilah yang muncul dari orang awam yang belum kenal Islam lebih dalam.

Hukum Rokok itu Haram

Siapa yang meniliti dengan baik kalam ulama, pasti akan menemukan bahwa hukum rokok itu haram, demikian menurut pendapat para ulama madzhab. Hanya pendapat sebagian kyai saja (-maaf- yang barangkali doyan rokok) yang tidak berani mengharamkan sehingga ujung-ujungnya mengatakan makruh atau ada yang mengatakan mubah. Padahal jika kita meneliti lebih jauh, ulama madzhab tidak pernah mengatakan demikian, termasuk ulama madzhab panutan di negeri kita yaitu ulama Syafi’iyah.

Ulama Syafi’iyah seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin dan Al Adzkar serta buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok. Begitu pula ulama Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim Al Ghozi, Ibrahim bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.

Qalyubi (Ulama mazhab Syafi'I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli, jilid I, hal. 69, "Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya".

Ulama madzhab lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya. Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu haram. Silakan lihat bahasan dalam kitab ‘Hukmu Ad Diin fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum Islam dalam masalah jenggot dan rokok) yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah terbitan Al Maktabah Al Islamiyah hal. 42-44.

Di antara alasan haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan". (QS. Al Baqarah: 195). Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram.

Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan rokok termasuk dalam larangan ini.

Perlu diketahui bahwa merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Sanggahan pada Pendapat Makruh dan Boleh

Sebagian orang (bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

"Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (QS. Al Baqarah: 29). Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.

Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (QS. An Nisaa: 29).

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap, berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ

"Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)". (HR. Muslim no. 564). Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan". (QS. Al Baqarah: 195).

Jual Beli Rokok dan Tembakau

Jika rokok itu haram, maka jual belinya pun haram. Ibnu 'Abbas berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ

"Jika Allah 'azza wa jalla mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu, maka Allah haramkan pula upah (hasil penjualannya)." (HR. Ahmad 1/293, sanadnya shahih kata Syaikh Syu'aib Al Arnauth). Jika jual beli rokok terlarang, begitu pula jual beli bahan bakunya yaitu tembakau juga ikut terlarang. Karena jual beli tembakau yang nanti akan diproduksi untuk membuat rokok, termasuk dalam tolong menolong dalam berbuat dosa. Allah Ta'ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

"Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah: 2)

Komentar Orang Awam

Sering didengar orang berkomentar, "Jika rokok diharamkan, lalu bagaimana nasib jutaan rakyat Indonesia yang hidup bergantung dari rokok; para petani tembakau, para pedagang dan para buruh di pabrik rokok, apakah ulama bisa memberi mereka makan?"

Andai komentar ini berasal dari non muslim mungkin permasalahan tidak terlalu besar karena mereka memang tidak mau mengerti bahwa rezeki mereka berasal dari Allah.

Yang paling mengenaskan, sebagian umat Islam ikut mengumandangkan komentar tersebut. Padahal pernyataan ini mengandung kesyirikan, merusak tauhid Rububiyah, meyakini bahwa Allah semata pemberi rezeki. Jangankan seorang muslim, orang jahiliyah saja yakin bahwa Allah semata yang memberi mereka rezeki, Allah berfirman:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ... فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi? … Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?". (QS. Yunus: 31).

Apakah mereka tidak yakin bahwa yang memberi rizki pada para petani itu Allah?

Apakah mereka tidak percaya bahwa yang memberi makan pada para buruh pabrik juga Allah?

Kenapa mesti ragu? Kenapa tidak yakin dengan Allah yang Maha Memberi Rizki kepada siapa saja dari makhluk-Nya? Lantas kenapa masih cari penghidupan dari yang haram?

Ingatlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.



@ Sabic Lab after ‘Ashar prayer, 30th Syawwal 1432 (28/09/2011)

www.rumaysho.com

TAHLIL 100 kali sehari


Tahlil Seratus Kali Sehari
Ihsan Tandjung



Islam memang luar biasa. Bayangkan, hanya dengan membaca suatu lafal wirid tahlil tertentu sebanyak seratus kali setiap hari, maka Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menjanjikan setidaknya empat manfaat. Kalimat tersebut berbunyi sebagai berikut:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ

وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Tidak ada ilah selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segenap kerajaan dan miliknya segenap puji-pujian. Dan Dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa.”

Dalam sebuah hadits beliau menjanjikan empat manfaat yang bakal didapat si muslim sepanjang hari di mana ia membaca lafal tersebut sebanyak seratus kali.

Pertama, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa muslim tersebut seolah telah memerdekakan sepuluh budak. Subhaanallah. Islam sangat menghargai orang yang memerdekakan budak. Berarti ia telah memberikan kesempatan bagi manusia tersebut untuk menjalani kehidupan yang lebih terhormat sebagai orang merdeka. Kedudukannya telah diangkat dari tempat yang semula rendah dan hina menjadi tinggi dan mulia. Pantas bilamana salah satu misi Islam yang dijelaskan oleh Rib’i bin Amer kepada Panglima Persia berbunyi:

ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة العباد لعبادة الله وحده

“Kami diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata”

Kedua, Allah mencatat bahwa ia telah memperoleh seratus kebaikan. Pada hari berbangkit manusia sangat berharap bahwa dirinya memiliki kebaikan yang banyak untuk memberatkan timbangan neraca mizannya. Ia sangat khawatir bilamana ia mendapati bahwa timbangan keburukannya lebih berat daripada timbangan kebaikannya. Sebab setiap amal ada ganjarannya dari Allah subhaanahu wa ta’aala. Kebaikan diberi hadiah sedangkan keburukan diberi hukuman.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (QS Az Zalzalah 7-8)

Ketiga, Allah hapuskan seratus kesalahan yang telah dilakukannya. Subhaanallah. Tidak ada manusia yang bersih dari kesalahan. Setiap hari ada saja kesalahan yang manusia lakukan. Berarti wirid ini sangat penting untuk men-delete berbagai kesalahan yang sadar maupun tidak sadar kita lakukan.

Keempat, Allah janjikan akan membentengi seseorang dari gangguan syaithan selama sehari-semalam. Padahal syaithan telah berbulat tekad untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Berarti dengan wirid ini seseorang akan memperoleh immunity setidaknya selama satu hari dari tipu daya syaithan.

Selengkapnya hadits tersebut berbunyi sebagai berikut:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ (البخاري)

Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, "Brgsiapa membaca

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Tidak ada ilah selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segenap kerajaan dan miliknya segenap puji-pujian. Dan Dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa.” sebanyak seratus kali dalam sehari, maka hal itu setara dengan memerdekakan sepuluh budak, dan dituliskan untuknya seratus kebaikan serta dihapuskan beginya sertus kesalahan lalu ia memperoleh perlindungan dari syaithan pd hari tersebut sampai sore hari dan tidak seorangpun yang bisa menandinginya kecuali orang yang ber-'amal melebihi daripada itu." (HR Bukhary)

Tafsir surat Abasa bagian-3, ;keparatnya orang kafir dan penentang dakwah

Tafsir Surat ‘Abasa, Bagian ke-3: Keparatnya Orang Kafir dan Penentang Dakwah Islamiyah
Tafsir Ayat
26/9/2011 | 27 Syawal 1432 H | Hits: 1.009
Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah


Hakikat teguran Allah SWT kepada Rasulullah SAW.

Ringkasan

Hakikat teguran Allah SWT kepada Rasulullah SAW:

1. Bukan sekedar arahan:

- Bagaimana berinteraksi dengan seseorang anak manusia?

- Bagaimana berinteraksi dengan sebagian golongan manusia?

2. Namun ia sebagai arahan

- Bagaimana manusia dapat seimbang dalam berbagai perkara hidup?

- Dari mana mereka menyandarkan nilai-nilai yang memberikan keseimbangan?

3. Tujuan teguran: Mengokohkan nilai-nilai dan keseimbangan dari hukum samawi saja:

- Jauh dari campur tangan kehidupan duniawi

- Jauh dari gambaran kehidupan duniawi



Penjabaran

dakwatuna.com - Setelah menetapkan hakikat yang besar di tengah-tengah komentarnya terhadap peristiwa tersebut pada segmen pertama surah ini, maka ayat-ayat ber­ikutnya pada segmen kedua ini menunjukkan ke­heranan terhadap sikap orang-orang yang berpaling dari petunjuk, tidak mau beriman, dan menyom­bongi dakwah ke jalan Tuhannya. Segmen ini me­nunjukkan keheranan terhadap sikap orang itu dan kekafirannya, yang tidak mau mengingat sumber keberadaannya dan asal-usul kejadiannya. Juga yang tidak mau memperhatikan pemeliharaan dan per­lindungan Allah kepada dirinya dalam setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan dirinya sejak per­tama hingga terakhir, dan tidak mau menunaikan kewajibannya terhadap Penciptanya, Penjaminnya, dan Penghisabnya,

”Binasalah manusia, alangkah amat sangat kekafiran­nya. Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani Allah menciptakannya dan menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Lalu, Dia me­matikannya dan memasukkannya ke dalam kubur. Apabila Dia menghendaki,Dia membangkitkannya kembali. Sekali-kali jangan, manusia itu belum melak­sanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.” (‘Abasa: 17-23)

‘Binasalah manusia karena dia benar-benar layak mendapatkan kebinasaan dan kecelakaan, karena tindakan dan sikapnya yang mengherankan itu. Perkataan ini adalah untuk menjelek-jelekkan dan mencela dengan keras sikapnya, dan untuk me­nunjukkan bahwa dia melakukan sesuatu yang pantas mendapatkan kebinasaan karena buruk dan jeleknya apa yang dilakukannya itu.

‘Alangkah amat sangat kekafirannya!” (‘Abasa: 17)

Alangkah kafir dan ingkarnya dia terhadap masalah kejadian dan penciptaan dirinya. Kalau dia mau memikirkan masalah-masalah ini, niscaya dia akan bersyukur kepada Penciptanya, akan tawadhu di dalam urusan dunianya, dan akan sadar terhadap akhiratnya.

Nah, kalau tidak begitu, maka mengapakah dia sombong, congkak, dan berpaling? Siapakah dan apakah dia itu? Dari mana asalnya, dan apa bahan penciptaan dirinya?

“Dari apakah Allah menciptakannya?” (‘Abasa: 18)

Dia berasal dari sesuatu yang hina dan tak ber­harga. Kemudian nilainya menjadi meningkat karena karunia, nikmat, penentuan, dan pengaturan-Nya,

”Dari setetes mani Allah menciptakan dan menentu­kannya. “(‘Abasa: 19)

Dari sesuatu yang tidak ada harganya sama sekali, dari bahan pokok yang tidak ada nilainya. Akan tetapi, Penciptanyalah yang menentukannya dengan menciptakan dan mengaturnya. Dia menentukannya dengan memberinya harga dan nilai, menjadikannya makhluk yang sempurna, dan menjadikannya makh­luk yang mulia, serta mengangkatnya dari asal-usul yang hina dan rendah ke tempat dan kedudukan tinggi yang untuknyalah bumi dengan segala sesuatunya diciptakan.

”Kemudian Dia memudahkan jalannya.” (‘Abasa,: 20)

Direntangkan untuknya jalan kehidupan, atau di­bentangkan untuknya jalan petunjuk, dan dimudah­kan baginya untuk menempuhnya dengan peralatan­-peralatan dan potensi-potensi yang diberikan-Nya, baik untuk menempuh kehidupan maupun menem­puh hidayah tersebut.

Hingga apabila perjalanan hidup sudah berakhir, maka berkesudahanlah kehidupan dan aktivitasnya sebagaimana yang dialami oleh semua makhluk hidup, tanpa ada pilihan lain dan tanpa dapat meng­hindar,

“Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.”(‘Abasa: 21)

Maka, urusan kesudahannya ini seperti urusan­nya dalam permulaannya, berada di tangan Zat yang telah mengeluarkannya kepada kehidupan dan menyudahi kehidupannya manakala Dia meng­hendaki. Juga menjadikan tempat tinggalnya di perut bumi, sebagai penghormatan baginya dan untuk memeliharanya. Dia tidak menyunnahkan untuk membiarkan tubuhnya dan anggota-anggotanya berserakan di muka bumi. Bahkan, Dia menjadikan insting manusia berkeinginan menutup dan me­ngubur mayat. Maka, semua ini termasuk peng­aturan dan penataan-Nya.

Sehingga, apabila telah tiba waktu yang dike­hendaki-Nya, maka dikembalikanlah manusia itu kepada kehidupan untuk menghadapi urusan yang dikehendaki-Nya,

“Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkit­kannya kembali.”(‘Abasa: 22)

Manusia tidak dibiarkan dengan sia-sia, lenyap tanpa perhitungan dan pembalasan. Apakah kamu lihat dia telah bersiap sedia untuk menghadapi urus­an ini?

“Sekali-kali jangan, manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. “ (‘Abasa: 23)

Manusia secara umum, dengan personal-per­sonalnya dan generasinya secara keseluruhan, belum melaksanakan dengan sesungguhnya apa yang diperintahkan Allah kepadanya hingga akhir masa hidup mereka. Isyarat ini menggunakan kata ‘belum’.

Sekali-kali tidak! Sesungguhnya manusia ini masih banyak kekurangannya, belum menunaikan kewajibannya, belum mengingat dan menyadari asal usul dan kejadiannya dengan sebaik-baiknya, serta belum bersyukur kepada Penciptanya, Pemberinya petunjuk, dan Pemberinya jaminan dengan syukur yang sebenar-benarnya. Mereka juga belum melaksanakan perjalanan di muka bumi untuk mencari persiapan guna menghadapi hari perhitungan dan pembalasan. Demikianlah mereka secara umum, dan lebih dari itu banyak sekali di antara mereka yang berpaling, congkak, dan menyombongkan diri terhadap petunjuk!

– Bersambung

Kamis, 29 September 2011

RAPOR MERAH UNTUK KEMENPORA


By khoir // DPR RI, Komisi DPR, Komisi X, media-galeri, Monitoring, Press Release, Public Relation, Supervisi // No Comments


Jakarta (27/9)- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rohmani mengemukakan pandangannya tentang buruknya kinerja Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam kurun waktu dua tahun dipimpin oleh Menteri Andi Mallarangeng. Rohmani menarik kesimpulan itu setelah melakukan kajian dan diskusi evaluasi 2 tahun kinerja mitra komisi X DPR. Sekadar untuk diketahui, mitra Komisi X DPR adalah Kementerian Pendidikan Nasional (Kemediknas), Kemenpora, Kementerian Kebudayaan dan Parawisata (Kemenbudpar) dan Perpustakaan Nasional.



Rohmani mengemukakan banyak alasan kenapa Kemenpora mendapat rapor merah. Pertama, masalah akuntabilitas dan integritas lembaga. Pada periode ini, terjadi korupsi dilingkungan Kemenpora, korupsi pembangunan wisma atlet ASEAN. Hal ini menjadi cacat paling besar karena presiden sendiri telah berjanji memimpin sendiri korupsi. Ironisnya, korupsi justru terjadi dilingkungan kementerian yang dipimpin langsung orang-orang dekat presiden.



Kedua, persoalan kapasitas. Menurut Rohmani, kapasitas Kemenpora dalam memimpin sangat mengecewakan. Hal ini nampak dari keterlambatan pencairan dana kegiatan SEA GAMES 2011 atau daya serap anggaran. Hingga mendekati pelaksanaan, Kemenpora belum juga bisa mencairkan dana pesta olehraga negara-negara ASEAN tersebut.



“Pelaksanaan SEA GAMES sudah jelas waktunya. Sayangnya, Kemenpora tidak bisa mencairkan dananya. Akibatnya, 1,2 triliun dana pengadaan barang dan jasa SEA GAMES harus melalui penunjukan langsung. Kalau bukan karena menyelamatkan muka bangsa ini, penunjukan itu tidak bisa ditolelir,” kata Anggota Dewan dari Fraksi PKS ini.



Ketiga, kegagalan mengangkat prestasi olahraga nasional. PSSI gagal mencapai supermasi tertinggi dalam kancah sepak bola ASEAN. Kemenpora memiliki andil atas kegagalan Timnas tersebut. Belum lagi, kegagalan Kemenpora menjadi fasilitator kisruh PSSI beberapa waktu yang lalu.



Keempat, Kemenpora belum memiliki grend desain pengembangan dan pemberdayaan pemuda. Hingga hari ini road map pengembangan dan pemberdayaan pemuda Indonesia belum jelas.



“Sebenarnya, dengan 4 indikator diatas saja, Kemenporan sudah bisa dikatatakan gagal menjalankan fungsinya. Masih banyak persoalan lainnya. Menurut saya, Kemenpora harus lebih serius dan melibatkan banyak pihak dalam membangun kegemilangan olahraga nasional serta dalam pemberdayaan pemuda,” tutup Rohmani.
(Visited 13 times, 13 visits today)

Rabu, 28 September 2011

Tegar agar kau dicintaiNYA


Shita Ismaida
Tegarlah Agar Kau DicintaiNya
Artikel Lepas
27/9/2011 | 28 Syawal 1432 H | Hits: 2.156
Oleh: Shita Ismaida
Kirim Print

Ilustrasi (yip87.deviantart.com)

dakwatuna.com - Bismillahirrahmanirrahiim…

Bagi para akhwat, menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu adalah berarti menjalankan sebuah peran besar dengan segala tuntutannya. Ketika ia memutuskan untuk menikah, saat itu pula segala kesenangan serta kesusahan ditanggung bersama. Masa-masa indah di awal pernikahan mungkin belum mendatangkan berbagai cobaan yang sebenarnya akan menguatkan ikatan cinta dan keimanan mereka. Namun, ada pula mereka yang sejak awal harus melewati sekian rintangan demi mengukuhkan tekad menggenapkan setengah dien.

Tak sedikit saya mendapati cerita-cerita seputar suka-duka berumah tangga. Bagi sebagian yang lain mungkin cerita seputar lika-liku rumah tangga bisa jadi mengakibatkan ketakutan bagi mereka yang belum menikah. Takut akan mengalami kesulitan yang di alami oleh fulanah, khawatir tak akan sanggup menghadapi cobaan seperti yang dihadapi fulanah yang lain. Dan, akhirnya berhari-hari mengukur diri, kapankah saat yang tepat menyatakan diri SIAP untuk MENIKAH? Selanjutnya mereka-reka kesanggupan bila harus mengalami peristiwa ini-itu yang dialami oleh mereka yang telah bercerita banyak.

Hampir setiap saat ummi selalu membawa cerita hikmah dari setiap aktivitasnya. Tentu saja cerita hikmah yang disampaikan seputar biduk rumahtangga. Kadang saya berpikir kenapa harus di sampaikan pada saya cerita itu? Ternyata memang harus disampaikan agar saya dan untuk anak-anaknya yang belum menikah mengambil hikmah lewat cerita tersebut. Itu pula yang disampaikan ummi pada saya.

Malam itu, sambil mempersiapkan bahan untuk materi yang akan ummi ajarkan esok hari pada anak didiknya. saya pun masih sibuk membuat tulisan yang akan di persiapkan untuk aktivitas esok. Mulailah ummi mengawali ceritanya.

Teman ummi, Sebut saja namanya Ika seorang akhwat muda yang berani mengambil keputusan menggenapkan dien di tahun pertama kuliahnya. Memiliki suami yang juga masih kuliah. Kalau dipikir-pikir berapa penghasilan yang dihasilkan dari seorang mahasiswa? Mungkin memang tak cukup untuk memenuhi segala kebutuhan mereka berdua. Padahal kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi. Adakalanya seorang istri harus menghadapi kenyataan sulitnya mengatasi masalah keuangan keluarga. Di satu sisi ada kebutuhan mereka berdua yang harus dipenuhi, di sisi lain suami pun masih punya kewajiban menafkahi orang tua dan saudara kandung yang masih harus ditanggung.

“Kalau kamu menghadapi kondisi seperti itu bagaimana? Tanya ummi.

Saya kemudian terdiam sejenak sambil berhenti menulis. Belum sampai saya mengeluarkan kata-kata sedikit pun, ummi lantas melanjutkan pembicaraannya.

“Sebenarnya setiap perjalanan hidup berumah-tangga pastilah terdapat banyak hal yang sebenarnya akan menguji setiap jenak kesadaran kita untuk memperjuangkan ikatan suci ini, baik itu berupa kesenangan dan kemudahan yang Allah berikan.

Misalnya suami harus lebih “ekstra” mencari nafkah, sedangkan istri harus lebih “ekstra” mengatur keuangan rumahtangga. Jadi menteri keuangan yang diamanahi oleh suami memang tak mudah. mulailah dari situ Ika berpikir keras bagaimana bisa uang yang ada bisa memenuhi kebutuhannya. Ya, paling tidak cukup makan, cukup untuk bayar kontrakan, cukup untuk biaya kuliah suami, cukup yang lainnya. Ada tuntutan tersendiri ketika ia harus terburu-buru pulang dari kampus untuk sampai ke rumah karena belum masak yang harus terhidangkan untuk suaminya, pekerjaan rumah belum selesai, belum lagi kewajiban sebagai guru “Les” yang juga harus ia tunaikan. Untung Ika memiliki suami yang sangat sayang padanya, paham dengannya. Hingga urusan pekerjaan rumah, masak, mencuci suami ikut membantunya.

Bagaimana pun, dalam keadaan apapun, sepelik apapun ujian itu, senyum manis serta kasih sayang itu haruslah selalu tercurahkan untuk mereka yang di cintai : Suami misalnya. Disadari ataupun tidak Istri dan Ibu merupakan sumber kekuatan cinta yang akan menambah energi bagi mereka. Memang tidaklah bisa memaksakan akhwat menjadi superwoman dan menjalani segala sesuatunya dengan sempurna.

Seperti Khadijah yang setia mendampingi Rasulullah tercinta saat kapan pun, saat suka maupun duka. Ialah yang pertama kali memberikan rengkuhan kekuatan baginya kala dibutuhkan. Ialah sokongan bagi setiap celah jihad suami. Ialah yang pantas untuk paling dicintai, dan namanya pun terukir mengalahkan bidadari” ucap Ummi.

Terdiam cukup lama, berusaha meresapi dan memaknai dari setiap ucapan ummi. Ingin berkomentar sesuatu, tapi saya urungkan. Lagi..dan lagi…selalu ada pelajaran berharga dari setiap cerita “hikmah” yang ummi sampaikan pada saya. Sepertinya tak perlu jauh-jauh dan repot-repot membeli buku serta mencari teori tentang hal ini.

Rupanya hikmah itu kalau mau kita sadari sangat dekat dengan keseharian kita. Pertanyaannya sudahkah kita enggeh kalau ternyata hikmah itu banyak bertebaran di sekeliling kita? Hingga menjadikan racikan bumbu kehidupan itu bertambah sedap rasanya.

Semoga Allah karuniakan kepada kita keluarga yang selalu melakukan dan mempersembahkan yang terbaik bagi dirinya, keluarga, serta Rabb-nya. Yang dapat bangkit kembali, setelah lelah-letihnya, yang tak menghentikan ikhtiar dan doa dan meyakini bahwa Allah akan menetapkan sesuatu yang terbaik bagi Hamba-hambaNya sepelik apapun ujian hidupnya.

Terima Kasih Ummi…..melalui dirimu ada sesuatu yang bisa kupelajari….
Melalui ceritamu…..ada sesuatu yang harus kupahami……
Ternyata menjadi Istri, Ibu memang tak mudah Ia harus tetap tegar, di saat semangatnya tetap di butuhkan.

Markaz Pribadi, Jatipadang

Mei 2011

Ditujukan untuk kalian yang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi Istri dan Ibu, semoga bermanfaat

Selasa, 27 September 2011

IMPIAN HARI INI ADALAH KENYATAN HARI ESOK


27 September 2011
* Impian Hari ini adalah Kenyataan Hari Esok *
Saudaraku,

Janganlah engkau putus asa, karena putus asa bukanlah akhlak seorang muslim. Ketahuilah bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan impian hari ini adalah kenyataan di hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya kedamaian masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena-fenomena kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah sepanjang hidupnya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat.

Allah swt. berfirman,
"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman serta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu." (Al-Qashash: 5-6)

Putaran waktu akan memperlihatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang mengejutkan dan memberikan peluang kepada kita untuk berbuat. Dunia akan melihat bahwa dakwah kita adalah hidayah, kemenangan, dan kedamaian, yang dapat menyembuhkan umat dari rasa sakit yang tengah dideritanya. Setelah itu tibalah giliran kita untuk memimpin dunia, karena bumi tetap akan berputar dan kejayaan itu akan kembali kepada kita. Hanya Allah-lah harapan kita satu-satunya.

Bersiap dan berbuatlah, jangan menunggu datangnya esok hari, karena bisa jadi engkau tidak bisa berbuat apa-apa di esok hari.

Kita memang harus menunggu putaran waktu itu, tetapi kita tidak boleh berhenti. Kita harus terus berbuat dan terus melangkah, karena kita memang tidak mengenal kata "berhenti" dalam berjihad.

Allah swt. berfirman,
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. "(Al-Ankabut: 69)

Hanya Allah-lah Dzat yang Maha Agung, bagi-Nya segala puji.

(Hasan Al-Banna)

Senin, 26 September 2011

TADABUR AYAT DAN ALAM



Tadabur Ayat dan Alam


Oleh Muhbib Abdul Wahab


Diriwayatkan Ibn Hibban bahwa suatu hari Ubaid bin Umar dan Atha' menemui Aisyah ra, dengan maksud belajar tentang Islam. Ubaid berkata, "Wahai Aisyah sampaikanlah kepada kami sesuatu yang paling mengagumkan dari kehidupan Rasulullah SAW." Mendengar permintaan itu, Aisyah menangis. Setelah itu, ia menceritakan bagaimana Rasul beribadah dan bertadabur di malam hari.

Kata Aisyah, Rasulullah pernah shalat tahajud sangat lama. Beliau meminta Aisyah membiarkannya berlama-lama dalam beribadah kepada Tuhan-Nya. Aisyah berkata, "Demi Allah, aku ingin selalu dekat denganmu dan melakukan sesuatu yang membahagiakanmu." Rasul hanya tersenyum, kemudian melanjutkan shalat tahajud.

Aisyah mengisahkan, saat shalat, Rasul menitikkan air mata. Air mata itu mula-mula hanya membasahi pipi, lalu jenggot beliau, sampai akhirnya membasahi tanah tempat beliau shalat. Rasul tak henti-hentinya menangis dalam shalat itu, hingga Bilal mengumandangkan azan Subuh. Aisyah bertanya, "Mengapa engkau menangis seperti itu? Tidakkah Allah telah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang akan datang?" Rasul menjawab, "Sungguh aku ingin menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur!"

Rasul melanjutkan, "Wahai Aisyah, aku menangis seperti itu karena Allah baru saja menurunkan ayat kepadaku. Orang yang membaca ayat (QS Ali Imran [3]:190-191) ini, akan celaka jika tidak menadaburinya.

Tadabur artinya memahami dan merenungkan makna untuk kemudian menjadikannya sebagai pelajaran. Salah satu cara tadabur ayat yang diteladankan Rasul adalah membaca ayat dalam shalat tahajud secara tartil, penuh penghayatan, dan keterlibatan hati dan pikiran kemudian mengamalkannya dalam kehidupan.

Ayat yang dibaca Rasul dalam shalat tahajud tersebut tidak hanya mengharuskan kita tadabur ayat Alquran, tapi juga tadabur alam (ayat-ayat kauniyyah). Alam sangat sarat dengan tanda-tanda kekuasaan, kebesaran, dan keagungan Allah. Tadabur ayat menjadi lengkap dan seimbang jika disertai dengan tadabur alam.

Tadabur ayat dan tadabur alam sama-sama bernilai ibadah. Tadabur ayat mengantarkan kita pada pemahaman dan pemaknaan teks kitab suci, sedangkan tadabur alam membimbing kita untuk mengerti konteks, hukum-hukum kausalitas, dan hidup harmoni kepada alam raya. Tadabur ayat dan alam mengharuskan kita bersikap rendah hati terhadap keagungan Ilahi. Keduanya memotivasi kita untuk selalu membaca, meneliti, memahami, dan mengaktualisasikan diri kita menjadi hamba yang pandai bersyukur.

Dengan demikian, kita baru layak disebut hamba yang pandai bersyukur, jika selalu melakukan tadabur ayat-ayat Quraniah sekaligus ayat-ayat kauniyyah secara terpadu dan seimbang. Merasakan dan memahami kebesaran Allah tidak cukup melalui ibadah ritual seperti shalat, tapi harus pula melalui penelitian dan permenungan terhadap aneka ciptaan Allah di alam raya ini.

Integrasi pemahaman ayat-ayat Quraniah dan ayat-ayat kauniyyah idealnya merupakan basis pengembangan imtak dan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni). Karena itu, setiap Muslim harus meyakini bahwa semua ciptaan Allah di alam raya ini dapat menjadi "laboratorium hidup" bagi kita semua.

Redaktur: Siwi Tri Puji B

Sabtu, 24 September 2011

silaturahmi:MENYIRAM POHON PERSAUDARAAN


Oleh: Muhammad Nuh

0digg
7
email
print
dakwatuna.com - Persaudaraan kadang seperti tingkah dahan-dahan yang ditiup angin. Walau satu pohon, tak selamanya gerak dahan seiring sejalan. Adakalanya seirama, tapi tak jarang berbenturan. Tergantung mana yang lebih kuat: keserasian batang dahan atau tiupan angin yang tak beraturan.
Indahnya persaudaraan. Sebuah anugerah Allah yang teramat mahal buat mereka yang terikat dalam keimanan. Segala kebaikan pun terlahir bersama persaudaraan. Ada tolong-menolong, terbentuknya jaringan usaha, bahkan kekuatan politik umat.
Namun, pernik-pernik lapangan kehidupan nyata kadang tak seindah idealita. Ada saja khilaf, salah paham, friksi, yang membuat jalan persaudaraan tidak semulus jalan tol. Ketidakharmonisan pun terjadi. Kebencian terhadap sesama saudara pun tak terhindarkan.
Muncullah kekakuan-kekakuan hubungan. Interaksi persaudaraan menjadi hambar. Sapaan cuma basa-basi. Tidak ada lagi kerinduan. Sebaliknya, ada kekecewaan dan kebencian. Suatu hal yang sulit ditemukan dalam tataran idealita persaudaraan Islam.
Lebih repot lagi ketika disharmoni itu menular ke orang lain. Keretakan persaudaraan bukan lagi hubungan antar dua pihak, bahkan merembet. Penyebarannya bisa horisontal atau ke samping, bisa juga vertikal atau atas bawah. Para orang tua yang berseteru, anak cucu pun bisa ikut kebagian.
Rasulullah saw. pernah mengingatkan itu dalam sabdanya, “Cinta bisa berkelanjutan (diwariskan) dan benci pun demikian.” (HR. Al-Bukhari)
Waktu memang bisa menjadi alat efektif peluntur kekakuan itu. Saat gesekan menghangat, perjalanan waktulah yang berfungsi sebagai pendingin. Orang menjadi lupa dengan masalah yang pernah terjadi. Ada kesadaran baru. Dan kerinduan pun menindaklanjuti.
Kalau berhenti sampai di situ, bisa jadi, perdamaian cuma datang dari satu pihak. Karena belum tentu, waktu bisa menjadi solusi buat pihak lain. Kalau pun bisa, sulit memastikan bertemunya dua kesadaran dalam rentang waktu yang tidak begitu jauh.
Perlu ada cara lain agar kesadaran dan perdamaian bertemu dalam waktu yang sama. Dan silaturahim adalah salah satunya. Inilah cara yang paling ampuh agar kekakuan, ketidaksepahaman, kekecewaan menjadi cair. Suasana yang panas pun bisa berangsur dingin.
Dengan nasihat yang begitu sederhana, Rasulullah saw. mengajarkan para sahabat tentang keunggulan silaturahim. Beliau saw. bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih)
Menarik memang tawaran Rasul tentang manfaat silaturahim: luasnya rezeki dan umur yang panjang. Dua hal tersebut merupakan simbol kenikmatan hidup yang begitu besar. Bumi menjadi begitu luas, damai, dan nyaman. Sehingga, kehidupan pun menjadi sangat berarti.
Masalahnya, tidak mudah menggerakkan hati untuk berkunjung ke orang yang pernah dibenci. Mungkin masih terngiang seperti apa sakitnya hati. Begitu berat beban batin. Berat. Terlebih ketika setan terus mengipas-ngipas bara luka lama. Saat itulah, setan memposisikan diri seseorang sebagai pihak yang patut dikunjungi. Bukan yang mengunjungi. Kalau saja bukan karena rahmat Allah, seorang mukmin bisa lupa kalau ‘izzah bukan untuk sesama mukmin. Tapi, buat orang kafir.
Firman Allah swt. “Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap adzillah (lemah lembut) terhadap orang mukmin, yang bersikap ‘izzah (keras) terhadap orang-orang kafir….” (QS. 5: 54)
Setidaknya, ada tiga persiapan yang mesti diambil agar silaturahim tidak terasa berat. Pertama, murnikan keinginan bersilaturahim hanya karena Allah. Ikatan hati yang terjalin antara dua mukmin adalah karena anugerah Allah. Ikatan inilah yang menembus beberapa hati yang berbeda warna menjadi satu cita dan rasa. Sebuah ikatan yang sangat mahal.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka….” (QS. Al-Anfal: 63)
Jangan pernah selipkan maksud-maksud lain dalam silaturahim. Karena di situlah celah setan memunculkan kekecewaan. Ketika maksud itu tak tercapai, silaturahim cuma sekadar basa-basi. Silaturahim tinggallah silaturahim, tapi hawa permusuhan tetap ada.
Kedua, cintai saudara seiman sebagaimana mencintai diri sendiri. Inilah salah satu cara mengikis ego diri yang efektif. Ketika tekad ini terwujud, yang terpikir adalah bagaimana agar bisa memberi. Bukan meminta. Apalagi menuntut.
Akan muncul dalam nurani yang paling dalam bagaimana bisa memberi sesuatu kepada saudara seiman. Termasuk, memberi maaf. Meminta maaf memang sulit. Dan, akan lebih sulit lagi memberi maaf.
Hal inilah yang paling sulit dalam tingkat keimanan seseorang. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”
Ketiga, bayangkan kebaikan-kebaikan saudara yang akan dikunjungi, bukan sebaliknya. Kerap kebencian bisa menihilkan kebaikan orang lain. Timbangan diri menjadi tidak adil. Kebaikan yang bertahun-tahun bisa terhapus dengan kesalahan semenit.
Maha Benar Allah dalam firmanNya, “…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa….” (QS. 5: 8 )
Tak ada yang pernah dirugikan dari silaturahim. Kecuali, tiupan angin ego yang selalu ingin dimanjakan. Karena, ulahnya tak lagi membuat tangkai-tangkai dahan berbenturan.

Jumat, 23 September 2011

KETELADANAN DALAM JAMA'AH


Mengedepankan Keteladanan dan Kepemimpinan yang Baik


Perilaku dan amal para da’i adalah cerminan dari da’wahnya. Mereka adalah teladan dalam pembicaraan dan amalan. Slogan mereka adalah "ashlih nafsaka, wad’u ghairaka" (perbaiki dirimu, kemudian serulah orang lain).


Rasulullah SAW telah menampilkan keteladanan ini dalam dirinya. Sungguh, beliau adalah teladan yang sempurna bagi manusia. Ia adalah teladn bagi setiap da’i, setiap pemimpin, setiap bapak dari anak-anaknya, setiap suami dari istrinya, setiap sahabat, setiap murabbi, setiap praktisi politik, dan berbagai posisi sosial manusia yang lain.


Dengan cara inilah, Rasulullah sukses dalam mengkader sahabat-sahabatnya. Islam menampilkan keteladanan sebagai sarana da’wah dan tarbiyah yang paling efektif. Sehingga Islam menetapkan sistem tarbiyah yang kontinyu atas dasar prinsip keteladanan tersebut. Sesungguhnya, kebaikan amal seorang da’i adalah khutbah yang paling mantap. Akhlaknya yang mulia adalah "sihir" yang memikat hati. Karena itulah, seorang da’i yang sukses adalah da’i yang mengajak kepada kebenaran dengan perilakunya, meskipun dia sedikit bicara. Karena

pribadinya telah menjadi contoh yang hidup dan bergerak. Memperagakan prinsip-prinsip yang diyakininya.


Munculnya gejala penurunan kualitas kader sekarang ini sangat mungkin disebabkan karena lemahnya keteladanan yang ditampilkan para du’at dan para pemimpin. Mereka tidak bisa belajar secara langsung tentang kebaikan dari da’i dan pemimpinnya. Atau bahkan mereka dikacaukan dengan perilaku kontradiktif dari da’i dan pemimpinnya.


Untuk itu, apapun upaya peningkatan kualitas kader yang kita lakukan, pada akhirnya harus disempurnakan dengan keteladanan dan kepemimpinan yang baik dari para murabbi dan da’i. Kita tidak berhak menggugat kader yang lemah kualitasnya, selama kita sendiri belum mampu mengajarkan dan menunjukkan mereka tentang keteladanan

Kamis, 22 September 2011

GEMURUH KETIDAK PASTIAN



Gemuruh Ketidakpastian
Artikel Lepas
20/9/2011 | 21 Syawal 1432 H | Hits: 748
Oleh: Shita Ismaida




dakwatuna.com - Bismillahirrahmanirahim. Kepadamu kukirimkan salam sejahtera para penghuni surga. Salam yang sejuknya melebihi embun pagi, salam hangat sehangat sinar di pagi hari.

Untukmu… ukhti Shalihah calon bidadari surga di setiap gelombang yang merambat dalam ketidakpastian, apa yang menjadi penenteraman kecuali keyakinan? Dalam rentang waktu yang panjang, semua bergemuruh yang membasahi cukup hilangkan dengan ketenangan.

Siapa yang membuatmu merasa ada? Akan hadir semangatnya? Dorongannya? Langkah kakinya? Siapa sejak dulu kau tunggu di senja itu? Rahasia dariNya-lah sebagai penentu atas ketidakyakinanmu selama rentang waktu. Entah ia yang kau suka, tak suka, biarlah selalu tersimpan dan tetap terjaga, meski kau merasa semua seolah masih samar. Tidak ada kesempurnaan atas makhluk, yang ada kita hanya berusaha menjadi sempurna di hadapanNya. Teruslah bercahaya agar setiap sudut titik yang buram terlihat bercahaya kembali. Peganglah erat kembali cahaya itu, agar kau menemukan ‘kesegaran’ melewati hidup yang baru.

Pijakanmu masih jauh, masih panjang… bersama potongan asa harap dan segala mimpi yang masih tercipta biarlah Allah lukiskan di catatan terindahNya. Tak perlu kau berkata, karena tiap potongan kata yang kau keluarkan dari isi hati dan pikiranmu Allah tahu. Sebab kebersamaan tidaklah lebih layaknya seorang musafir. Apa yang kau ketahui tentang ikhlas? Sebab ikhlas tak pernah menuntut balasan, tak pernah mengingat kebaikan yang telah dilakukan. Biarlah kesejukan itu kembali kau rasai, lembut mengaliri relung-relung hatimu… karena keyakinan yang selalu kau tanam padaNya.. Dia akan gantikan sesuatu yang lebih baik daripadanya.

Untuk ukhti shalihah calon bidadari surga… Tidak ada pengorbanan yang sia-sia saat kau berjalan di jalan dakwah, lelahmu, kerja keras, resahmu akan menjadi mahar yang mengantarkanmu menuju surgaNya.

Persiapkanlah, persiapkanlah.. dengan sebaik-baik bekal yang kau miliki… dengan segala kesabaran yang kau tanam.. di kemudian hari buah itu akan kau rasai manis pada akhirnya.. jika tidak di dunia.. Surga telah menanti ‘pengorbananmu’ dalam menjaganya, menjaga keistiqamahan yang sesungguhnya tidaklah mudah.

Jatipadang, Akhir Juli

Markaz Pribadi – Dalam lautan dzikrullah -

Untuk kalian yang berjuang di dunia berharap pertemuan kembali di JannahNya

Rabu, 21 September 2011

"MENCARI MAKNA KRISIS"


Mencari Makna "Krisis" by : Abdullaah Muadz
oleh Abdullah Muadz Satu pada 19 September 2011 jam 6:03

” Begitu Jelas kerusakan yang terjadi didaratan dan dilautan, yang smua itu disebabkan oleh ulah tangan manusia, maka sengaja Kami timpakan siksa dari sebagian akibat perbutan mereka, agar mereka mau kembali kepada Allah SWT.” ( Surah Ar-Ruum (30) ayat : 41 )



Menjelang kejatuhan Soeharto hingga hari ini kata ”Krisis” terus dikumandangkan. Berbagai seminar diskusi dan workshop telah digelar. Sampai kepada Presiden pun membentuk team penanggulangan krisis. Tetapi ternyata kita makin terpuruk, makin mundur kebelakang. Jangankan untuk bisa menyelesaikannya, mengerti arti krisis saja masih harus dipertanyakan.

Apakah Mereka yang sering bicara krisis, sampai berbusa itu mulut, sudah mengeri apa arti krisis?. Apakah sudah terinternalisasi dalam jiwa dan hatinya. Apakah kita siap membangun negara ini dengan paradigma krisis. Apakah kita siap menyusus APBN dan APBD dengan asumsi bahwa negara kita sedang Kere.

Ternyata semua masih dipertanyakan. Kalo kita lihat gaya hidup dan prilaku masyarakat sehari-hari tidak mencerminkan sedikitpun bahwa kita sedang krisis. Yang antri beras bisa pegang HP, yang di Tenda pengungsian masih bisa joged. Begitu juga acara-acara di Televisi kita lihat sama persis dengan negara-negara maju, bahkan lebih glamour dan lebih norak dari negara yang sudah maju.

Jadi yang perlu kita sepakati lebih dahulu adalah benar atau tidak sih kita sedang krisis...? Kok yang beli BMW bisa Indent, Real Estate laku keras, villa mewah kaya kacang goreng, jual motor di tenda pinggir jalan sama dengan jual pecel lele, apalagi yang jual HP cukup dengan lapak-lapak. Mall-mall, ITC tumbuh subur kaya jamur dimusim hujan. Sekali lagi apanya yang krisis…?

Melihat pemandangan itu sepertinya negara kita sudah sangat makmur dan sudah sangat maju..??? apa sebenarnya terjadi pada bangsa ini. Disisi lain orang sedang banyak yang teriak-teriak krisis. Jadi apa yang krisis..? diamana krisis itu ada...? kaya apa sih sebenarnya kalo kita sedang krisis.. dan pertanyaan lainnya.

Aneh tapi nyata kita sering mendengar berita orang yang antri beras miskin, bahkan sampai ada yang mati terjepit, ada antri minyak tanah, ada sudah biasa makan tiwul dan gaplek, ada yang sudah sering makan nasi aking, seorang petani bisa makan dengan lauk pauk hanya tiga gari setelah panen. Setelah itu biasa makan dengan sambal dan lalapan. Bahkan baru-baru ini kita mendengar seorang ibu dan seorang anak meninggal karena kelapran di Sulawesi Selatan, lumbungnya padi. Angka kelaparan, busung lapar, kurang gizi terus bertambah. Bellum lagi pengemis, pengamen, copet, pencurian, perampokan dan sebagainya ada dimana mana. Dalam kondisi kere seperti ini kita melihat pola tingkah laku anak bangsa dengan gaya hidupnya yang tidak sama sekali mencerminkan bahwa negara ini sedang krisis.

Lebih jelas lagi bisa kita lihat dalam penyusunan APBD dan APBN, sama sekali tidak mencerminkan negara kita sedang krisis. Inefisiensi masih terus ada. Anggaran untuk simbol kemewahan, ceremonial, gagah-gagahan, pamer gengsi, atribut upacara, sampai kepada proyek fiktif masih terus berlangsung. Bisa kita banyangkan jika anggaran sepak bola berpuluh kali lipat dari pada anggaran Kesra. Ada daerah anggaran sepak bola 17 miliyar sementara anggaran Kesra 100 Juta. Ada juga sepak bola 7 miliyar anggaran pembinaan UKM (Usaha Kecil Menengah) Cuma 25 juta..??? Alhamdulillah sekarang sudah ada Keputusan Mendagri tetang penggunaan APBD.

Rupanya banyak pejabat yang nyaman, kerena sudah merasakan nikmatnya berpuluh-puluh tahun kebobrokan negara ini. Sebaliknya mereka merasa terancam jika terjadi reformasi yang sesungguhnya, mareka takut terhenti kenikmatannya kalau negara ini menjadi lebih baik. Sehingga bagaikan narkoba, dipakai terus makin membayakan, ditinggalkan susah karena sudah kecanduan. Atau pepatah mengatakan "Mengambil kesempatan dalam kesempitan".



Perlunya Diagnosa Tuntas



Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi krisis ini, mulai dari wacana sampai pada tindakan nyata. Tapi sangat disayangkan masih bersifat Arifisial, Belum sampai kepada yang lebih subtsansial. Seringkali kesalahan dimulai dari diagnosa yang tidak tuntas, baru menemukan gejala sudah disebut penyakit. Misal seseorang batuk, itu gejala penyakit, bukan nama penyakit, penyakitnya mungkin saja atsma, radang tenggorakan, TBC dan lain lain. Begitu juga panas dingin itu bukan penyakit. Penyakitnya mungkin demam, flu, typus dan sebagainya.

Kalau sudah ditemukan penyakit dengan tepat baru bisa dicari obat yang pas buat penyakit tersebut. Begitu juga nasib bangsa yang sedang sakit seperti sekarang ini butuh diagnosa yang mendalam, sampai ketemu pangkal persoalannya, atau akar masalahnya. Baru nanti di tentukan kebijakan dan tindakan apa yang tepat untuk menanggulanginya.

Sebagai contoh kemacetan lalu-lintas yang sering terjadi terutama di Jabodetabek, sebagian besar kesalahan ada pada perencanaan dan tatakota, tapi yang sering disorot biasanya polisi atau kedisiplinan masyarakat. Ambil kasus Depok, jalan Margonda yang cuma 4 Kilometer didirikan 6 buah pusat keramayan dan perbelanjaan setingkat Mall atau ITC. Belum lagi yang menengah dan toko kecil memenuhi kiri kanan margonda raya. Polisi mana yang sanggup mengatasi dampak kemacetannya. Tetapi mengapa tidak ada yang mempersoalkan tatakota.

Begitu juga kalau kita bicara korupsi, selalu saja yang jadi sorotan penegakan hukum. Siapa pejabat penegak hukum yang belum pernah mencicipi Kue Korupsi Negara..?. Kalau ada berapa jumlahnya...? Berapa perbandingan antara aparat penegak hukum yang dianggap masih bersih dengan jumlah kasus yang antri untuk diselesaikan. Ada yang berpendapat kita mulai dari menyeret koruptor kelas kakap dulu. Kalau begitu kita butuh penegak hukum berkelas Paus atau Hiu setidak-tidaknya. Harus disiapkan aparat yang bermental baja, berhati malaikat, berkacamata yang sanggup menyensor deretan angka nol dalam gepokan uang, sehingga tidak gemetar ketika mlihatnya. Akhirnya belunder lagi.

Jarang sekali dibahas mulai dari akar budayanya. Sampai acara ruatanpun masih dipertahankan bahkan dilestarikan, padahal jelas-jelas ritual sogok dan KKN, Irrasional, karena kita disuruh takut dengan tokoh fiktif dalam dongeng yaitu Batarakala. Kita diancam kalau punya anak tunggal laki-laki, anak kembar, di tengahnya laki-laki dan sebagainya. Supaya selamat dari ancaman kita harus mempersembahkan sesuatu dengan acara ritual ruatan.

Sekarang kita tidak hanya sedang berhadapan sistem yang bobrok, tetapi juga kita behadapan dengan sebuah budaya peradaban serta peradigma yang sangat buobrok. Maka seharusnya tindakan dan kebijakan yang dibuat mengarah bagaimana merubah kultur dan budaya. Harus memikirkan perangkat apa yang harus dipersiapkan merubah budaya yang sudah seperti ini. Bukan kebijakan yang tambal sulam, jangka pendek apalagi kebijakan prgamatis untuk modal bertarung pada pemilu yang akan datang.

Belum terlihat figur-figur yang betul-betul serius memperjuangkan nasib rakyat dan bangsa. Yang paling menonjol sekarang ini adalah perlomba’an untuk mempersiapkan pemilu demi pemilu. Persaingan untuk mendapatkan kursi-kursi empuk dan basah. Perebutan sarana-sarana penunjang untuk mendokrak suara. Sampai pada melirik bokong-bokong bahenol untuk diajak ngebor dipanggung kampanye agar bisa menyedot massa yang lebih banyak.

NABI MUSA pernah ditegur karena lakukan kesombongan

Nabi Musa Pernah Ditegur Karena Lakukan 'Kesombongan Intelektual'
Rabu, 21 September 2011 01:00 WIB

Oleh Dr A Ilyas Ismail

Sifat sombong (al-kibr) dan menyombongkan diri (al-takabbur) merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Kesombongan, menurut Ghazali, bermula dari kekaguman seseorang kepada diri sendiri (al-`ujb), lalu memandang rendah orang lain. Sifat sombong merupakan sikap batin yang terejawantahkan dalam perbuatan dan tindakan yang cenderung destruktif dan diskriminatif.

Penyakit yang satu ini, menurut Ghazali, patut diwaspadai, karena tak hanya menyerang manusia secara umum, tetapi justru lebih banyak menyerang orang-orang pandai, para pakar, termasuk para ulama, kecuali sedikit orang dari mereka yang mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT.

Nabi Musa AS konon dianggap telah melakukan "kesombongan intelektual" ketika beliau berkata, "Ana a`lam al-qaum" (akulah orang paling pandai di negeri ini). Sepintas lalu, pernyataan ini dapat dianggap wajar karena dikemukakan oleh seoang Nabi yang ditugaskan Allah SWT untuk membebaskan rakyat Mesir dari perbudakan Raja Firaun. Namun, Allah SWT memandang pernyataan Musa itu berlebihan.

Karena itu, Nabi Musa ditegur oleh Allah dan diberi pembelajaran melalui dua cara. Pertama, Nabi Musa dipertemukan dengan seorang (Khidir) yang memiliki tingkat pengetahuan dan kearfian yang jauh lebih tinggi dari Musa. Seperti diceritakan secara panjang lebar dalam surah al-Kahfi, Nabi Musa seakan-akan "dipelonco" oleh Khidir karena ia tak memiliki wawasan keilmuan seluas Khidir, baik secara filosofis maupun epistemologis. Akhirnya, Khidir terpaksa meninggalkan Musa seraya berkata, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku." (QS al-Kahfi [18]: 67).

Kedua, Allah mengajarkan kepada Nabi Musa doa yang berisi etos dan moral seorang ilmuwan (intelektual). "Rabbi zidni `ilman"(Ya Allah tambahkan kepadaku ilmu pengetahuan). Doa ini diajarkan juga kepada Nabi Muhammad SAW dan selanjutnya kepada kita semua, orang-orang beriman.

Doa ini penting, karena mengajarkan kepada kita beberapa etika keilmuan. Pertama, etos dan moral intelektual adalah belajar, menemukan kebenaran, dan mengembangkan ilmu. Kedua, ilmu pengetahuan bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang (growing and developing) setingkat dengan kerja ilmiah para ilmuwan. Ketiga, apa yang telah diketahui pasti lebih sedikit daripada yang belum diketahui. Kenyataan inilah yang membuat para ilmuwan tak boleh sombong, tetapi harus rendah hati (tawadhu).

Socrates, filosof Yunani, pernah menunjukkan sikap rendah hati itu sewaktu ia berkata, "I only know that I don't know." (Aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu). Imam Syafii, pendiri Mazhab Syafii, lebih tawadhu lagi. Disebutkan, setiap kali beliau memperoleh tambahan ilmu, beliau selalu menangis, karena makin sadar betapa banyak ilmu yang belum diketahuinya.

Agar tidak seperti kodok dalam tempurung, para ilmuwan harus belajar dan menumbuhkan sikap rendah hati, persis seperti pesan doa yang diajarkan oleh Allah SWT kepada Nabi Musa AS di atas. Logikanya begini, kalau sifat rendah hati datang, maka segala bentuk kesombongan dan arogansi pasti menghilang. Wallahu a`lam.

Tulisan ini telah dimuat di Republika cetak dengan judul Kesombongan Intelektual

TIGA PESAN PENTING


Oleh: Cahyadi Takariawan*
Sore hingga malam ini tadi, Rabu 14 September 2011, saya menghadiri acara “Halal bi Halal” (HBH) yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Lemhannas RI (IKAL) XLV, di Penang Bistro Kebon Sirih. Adapun IKAL XLV (baca : Ikal 45) adalah organisasi yang dibentuk untuk mewadahi para alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLV yang telah berlangsung tahun 2010 kemarin selama 9,5 (sembilan setengah) bulan di kampus Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) RI, Jakarta.

Alhamdulillah hadir lebih dari 40 orang anggota IKAL XLV. Walau berlangsung cukup singkat, namun sangat tampak kehangatan suasana, setelah lama tidak bertemu satu sama lain. Saya sendiri merasa enjoy berada dalam kehangatan persahabatan bersama para anggota IKAL XLV lainnya yang merupakan cerminan sendi-sendi keutuhan NKRI. Ada unsur TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Ada unsur POLRI, ada unsur Kementerian, ada unsur Kampus, ada unsur Perbankan, ada unsur Mahkamah Agung dan Kehakiman. Ada pula unsur Ormas, Parpol, LSM, serta tokoh-tokoh masyarakat.


Ketua IKAL XLV adalah Brigjen TNI Nugroho Widyotomo, namun beliau berhalangan hadir dalam acara HBH sore hingga malam ini. Melalui telepon, beliau berpesan tiga hal singkat kepada seluruh anggota IKAL XLV. Pesan disampaikan oleh Dr. Fachmi Idris selaku Sekretaris IKAL XLV.

Saya menyimak dengan serius pesan pak Nugie, panggilan akrab Brigjen TNI Nugroho Widyotomo. Tiga pesan penting beliau kepada seluruh anggota IKAL XLV adalah :

1. Jaga kekompakan

2. Jaga profesionalitas di instansi masing-masing

3. Jangan korupsi

Itulah tiga pesan singkat Jendral Nugie, namun isinya sangat padat dan berbobot. Pertama, jaga kekompakan. Pesan ini mengandung makna yang sangat dalam dan luas, karena di antara problem bangsa ini adalah “tidak kompak”. Antar elit dan pemimpin negara tidak kompak, antar kementrian tidak kompak, antar kesatuan TNI dan POLRI tidak kompak, antar parpol tidak kompak, antar ormas tidak kompak, antar umat beragama tidak kompak, antar penegak hukum tidak kompak, antar elemen masyarakat tidak kompak. Penyakit “tidak kompak” ini berdampak serius, karena menimbulkan disharmoni, diskomunikasi, bahkan disorientasi arah berbangsa dan bernegara.

Kedua, jaga profesionalitas di instansi masing-masing. Sebagai alumni PPRA XLV Lemhannas, harusnya bisa menunjukkan kinerja yang optimal dan profesional di instansi atau lembaga masing-masing. Usai pendidikan harusnya memiliki kualifikasi yang meningkat dibanding sebelumnya, maka lembaga atau instansi yang mengutus harus mendapatkan kemanfaatan berupa meningkatnya kinerja dan profesionalitas para alumnus PPRA Lemhannas. Pendidikan bukan hanya syarat formal untuk kenaikan pangkat, jabatan, jenjang karier dan lain sebagainya, namun harus memiliki signifikansi dengan peningkatan kualitas SDM.

Ketiga, jangan korupsi. Dahsyat sekali pesan ini, dan sangat tepat disampaikan di saat seperti ini. Korupsi adalah penyakit menular dan mematikan bangsa Indonesia. Hampir-hampir, seluruh bagian pemerintahan telah dilanda penyakit bernama korupsi. Negara Indonesia lumpuh oleh korupsi. Dunia olah raga kita tidak bisa menang di tingkat dunia, warga negara kita dieksekusi semena-mena di negara tetangga, kekayaan alam kita dikeruk perusahaan asing dengan leluasa, pengangguran dan kemiskinan semakin merebak dimana-mana, jangan-jangan itu semua dampak dari korupsi.

Maka tepat seruan itu disampaikan di bulan Syawal, “jangan korupsi”. Jangan hanya mengkritik anggota DPR atau Kementrian yang diberitakan korupsi, namun perilaku bebas korupsi harus dimulai dari diri kita sendiri. Dimulai dari setiap pribadi, dimulai dari masing-masing kita sendiri. Jangan menunjuk dan mengacungkan kepalan tangan kita ke orang lain, tetapi kita sendiri menyimpan perilaku korup. Hentikan korupsi, sekarang juga. Lagi-lagi, harus dimulai dari kita.

Terimakasih Jendral Nugie atas tiga pesan singkat yang sangat padat dan berat tersebut. Jika kita semua bisa melaksanakan tiga pesan itu saja, maka sudah sangat banyak persoalan bangsa Indonesia terpecahkan. Sudah sangat banyak penyakit bisa disembuhkan. Sudah sangat banyak penyimpangan bisa diluruskan. Sudah sangat banyak potensi bisa dioptimalkan.

Semoga.


*)http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=1623#more-1623

SEGERA ISI PORMULIR DATA BISNIS ANDA

Pengisian Formulir Data Bisnis Kader/Simpatisan PKS via email

Pengisian Formulir Data Bisnis Kader/Simpatisan PKS via email

Kepada Yth
Ikhwah Kader dan Simpatisan PKS
di Tempat

Perihal: Pengisian Formulir Data Bisnis Kader/Simpatisan PKS via email

Assalamu’alaikum wr wb

Untuk memulai program riel Departemen Pengembangan Usaha, yang berada di bawah Bidang Ekonomi dan Pengembangan Kewirausahaan DPP PKS,maka kami memerlukan data-data kasar profil bisnis kader dan profil bisnis simpatisan PKS di seluruh Indonesia dan di Luar Negeri

Untuk itu, mohon agar ikhwah yang mempunyai bisnis ataupun usaha (dalam segala ukuran) untuk mengisi data profil secara kasar (belum mendetail) dalam format berikut di bawah ini. Tolong juga email ini diforward ke milis-milis kader PKS lainnya ataupun ke email perseorangan kader PKS yang mempunyai bisnis/usaha. Mohon formulir diisi selengkapnya (berdasar data dan kondisi yang ada), dan dikirimkan kembali ke email pribadi pengusahapks@gmail.com

Dan bila antum adalah pengurus DPC/DPRa, distribusikan formulir tersebut ke kader pengusaha di wilayah antum untuk diisi hardcopynya oleh kader. Tolong salah seorang memasukkan dalam list exel sesuai isian di atas, kemudian dikirimkan secara bertahap ke alamat email pengusahapks@gmail.com

Atas perhatian antum, ana ucapkan jazakumullah khairon katsiro. Semoga Allah SWT, menolong dan mempemudah usaha kita dalam berbisnis yang penuh keberkahan, amin ya Robb

Wassalamu’alaikum wr wb

Ketua Departemen Pengembangan Usaha
Bidang Ekonomi dan Pengembangan Kewirausahaan
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS

Afdal Zikri Mawardi
HP. 0811883102
Blog http://afdalzikri.wordpress.com
YM/G-Talk ID: afdalzikri
FB: afdalzikri@gmail.com
BB ID: 21830110

==============================================
FORMULIR ISIAN BISNIS/USAHA KADER PKS

DATA PERUSAHAAN
Nama Perusahaan :
Bidang Usaha :
Bidang Usaha :
Jumlah Karyawan :
Omzet/Sales tahun 2010 (Rp) :
Alamat Lengkap :
Kecamatan :
Kabupaten/Kotamadya :
Propinsi :
Telepon :
Fax :
Email perusahaan :
Web :

DATA KONTAK
Nama Lengkap :
Nomor HP :
Email Pribadi :
BB PIN ID :
Yahoo Messenger ID :
G-Talk ID :
Twitter ID :
Web/Blog Pribadi :

Setelah diisi, mohon agar formulir di atas, dikirimkan kembali kepada kami via email afdalzikri@gmail.com

Catatan:
Pendataan Bisnis Kader dan Simpatisan PKS secara mendetail akan dilakukan melalui struktur oleh Departemen Data dan Jaringan DPP PKS
Share this:

Twitter
Facebook

Like this

Selasa, 20 September 2011

WALK THE TALK

Walk The Talk
Penulis: Abu Sayyeed

Sukses itu sudah ada resepnya, tinggal bagaimana kita berani memulai untuk mencoba resep tersebut. Seperti saat membuat agar-agar, maka dengan berlatih dan terus mencoba akan memperlezat agar-agar yang kita buat.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, "Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan".

Menyimak ayat al-Quran di atas, sebenarnya kita sudah di-"guide" oleh Yang Maha Kuasa untuk selalu menjadi orang yang sesuai antara perkataan dan perbuatan. Tidak satunya kata dan amal akan mendatangkan murka dari Allah SWT. Jadi sebenarnya kita dituntut untuk selalu memperhatikan apakah sudah sesuai antara perkataan dengan amal perbuatan kita.

Bicara itu mudah, tetapi melakukan itu lebih sulit. Dan kebanyakan orang hanya pandai bicara, padahal salah satu kunci sukses adalah dengan melakukan apa yang dikatakan (diimpikan). Menurut Ken Melrose dalam bukunya Making the Grass Greener on Your Side mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah cukup hanya dengan membaca buku dan menghadiri seminar terkini tanpa mengamalkannya. Namun seorang pemimpin harus jujur pada dirinya, membumi dan "melakukan apa yang dikatakan" (Walk the Talk) setiap hari.

Artinya, kita tidak akan pernah beranjak dari posisi kita saat ini jika kita tidak memahami dan mengamalkan keinginan kita dalam hidup ini. Bercita-cita tinggi namun hanya sebatas mimpi dan angan-angan. Berbicara melangit tapi tak pernah berusaha membumi.

Jadi kuncinya adalah bagaimana mengaktualisasikan mimpi kita menjadi karya nyata sehingga dapat menjadi contoh bagi orang lain dan memiliki daya gugah yang sangat besar.

Jadi jika kita saat ini kita masih jauh dari kesuksesan yang kita idamkan, maka sudah saatnya kita mulai melakukan sesuatu. Segeralah berbuat, do a little thing but do it right here, right now, Not tomorrow but today. Karena sesungguhnya kesuksesan adalah hasil dari rangkaian sukses-sukses kecil.

Masih ingat ketika waktu masih kecil kita sering ditanya, "Kalau sudah besar mau jadi apa?" lalu dengan lantangnya kita menjawab, "Saya ingin jadi dokter". Sebuah mimpi anak kecil yang kemudian ditindak lanjuti dengan bersekolah demi tujuan yang dituju. Mulai dari SD, SMP, SMA, kuliah di fakultas kedokteran sampai akhirnya lulus sebagai sarjana kedokteran. Sebuah formula kesuksesan sebenarnya sudah sama-sama kita ketahui dan pahami.

Kebanyakan orang merasa cukup hanya dengan bermimpi maka dia bisa mencapai cita-citanya. Saya sering mendengar ada orang yang bercita-cita ingin menjadi pengusaha sukses, tapi hingga sekarang dia tidak pernah memulai berbisnis dan mendirikan perusahaan. Atau ada juga yang ingin menjadi penulis terkenal, tapi menulis saja masih ragu-ragu. Mereka akhirnya hanya menjadi pemimpi dan hanya mengangankan impiannya itu jadi kenyataan.

Sebenarnya untuk memulai sesuatu itu sangatlah mudah, yang terpenting kita mempunyai tujuan yang jelas membuat perencanaan dan mulai membuat "environment" yang mendukung tercapainya cita-cita kita. Seperti contoh di atas, cita-cita menjadi dokter maka sudah seyogyanya memilih fakultas kedokteran sebagai tempat menuntut ilmu. Bergaul dengan sesama mahasiswa kedokteran yang memiliki minat yang sama. Karena dengan demikian, si calon dokter akan mendapatkan tempat untuk mengasah pengetahuan dan belajar mengaplikasikan ilmunya di lingkungan yang tepat.

Jadi sebenarnya tidak ada yang sulit selama kita mau mengubah kerangka berfikir kita. Mulailah dengan mengubah pola pikir, lalu lakukan, perbaiki, lakukan lagi. Sebab kita tidak pernah tahu apakah langkah yang kita ambil salah atau benar jika belum melakukan.

Saya jadi ingat pengalaman waktu mencoba membuat agar-agar. Subhanallah, bayangkan untuk dapat membuat agar-agar seserdahana itu saja dibutuhkan pengalaman yang tidak sedikit. Beberapa langkah harus dipersiapkan, dari mulai pemilihan bahan, membuat campuran adonan hingga menentukan lamanya pengadukan adonan. Learn through experience. Anda tidak akan pernah tahu rasanya enak atau tidak jika tidak pernah mencoba membuatnya. Sukses itu sudah ada resepnya, tinggal bagaimana kita berani memulai untuk mencoba resep tersebut. Seperti saat membuat agar-agar, maka dengan berlatih dan terus mencoba akan memperlezat agar-agar yang kita buat.

Sudah saatnya kita memulai dengan mencontoh Rasulullah SAW dengan menjadikan Al-Quran berjalan bersama dengan dirinya, menebar semerbak kebaikan, menjadi tauladan bagi kemanusiaan. Sehingga ketika seorang sahabat bertanya kepada Aisyah r.a. tentang akhlak Rasulullah, maka ia menjawab, "Akhlak Rasulullah tidak lain adalah Al-Quran!" Dengan kata lain, Rasulullah adalah The Walking and The Living Qur'an, contoh nyata aktualisasi Al-Qur'an!

Jika sudah begitu maka tidak lagi ada istilah sholat tapi korupsi jalan terus. Mengaji tapi maksiat tahan sampai pagi. Dan umat Islam tidak lagi hanya menjadi pengekor umat lain karena kesuksesan akan menjelang. Oleh karena itu kita harus mulai walk the Talk ilmu yang kita miliki dan pahami dan meniru Rasulullah sebagai uswah tauladan bagi kita. So, anda berani memulai?

asayyeed@yahoo.com.sg

RESHUFFLE TAK MENOLONG SBY


Jakarta - Sekjen PKS Anis Matta tak bisa menahan jika Presiden SBY berniat mereshuffle kabinet. Namun ia mengingatkan, reshuffle kabinet tidak serta merta mampu menolong SBY dari situasi buruk penurunan popularitasnya.

"Reshuffle sama sekali tidak bisa menolong SBY. Hanya reshuffle yang berujung perbaikan kinerja yang bisa menolong SBY, seperti yang diharapkan masyarakat adalah pembuktian janji kampanye," ujar Anis Matta kepada detikcom, Senin (19/9/2011).

Menurut Anis, banyak PR yang harus dikerjakan Presiden. Melakukan reshuffle kabinet tanpa pertimbangan jernih justru bisa mempersulit posisi presiden dalam memimpin pemerintahan.

"Reshuffle kabinet adalah urusan rumah tangga presiden. Namun melimpahkan kesalahan kepada para menteri tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Reshuffle harus benar-benar dikaji mendalam. Tanpa pertimbangan matang, reshuffle justru jadi beban," paparnya.

Yang lebih konkret dan perlu dilakukan Presiden SBY, tutur Anis, adalah membenahi kinerja secara menyeluruh. Selain itu, SBY juga harus lebih fokus pada program pemerintahan yang belum efektif.

"Masalah SBY hanya bisa diatasi jika berorientasi kepada kinerja secara serius. Fokus kepada agenda strategis pemerintahan," ucap Anis.

(van/vit)
http://www.detiknews.com/read/2011/09/19/131350/1725375/10/anis-matta-reshuffle-kabinet-tak-menolong-sby

Senin, 19 September 2011

JADILAH POLITISI DA'WAH


Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Apakah politisi dapat menjadi dai? Atau apakah dai dapat menjadi politisi? Dan apakah mungkin kegiatan dakwah menjadi kegiatan politik? Atau sebaliknya kegiatan politik menjadi kegiatan dakwah? Menjawab beberapa pertanyaan di atas tidaklah mudah, apabila kita melihat persepsi masyarakat tentang dakwah dan politik. Dakwah dan politik adalah dua ‘kata’ yang kontra bagi mereka. Hal itu karena politik dipahami sebagai aktifitas dunia, sedang dakwah dipahami sebagai aktivitas akhirat. Yang pada gilirannya dipahami bahwa dakwah tidak pantas memasuki wilayah politik, dan politik haram memasuki wilayah dakwah. Dakwah adalah pekerjaan para ustadz, dan politik pakerjaan para politisi. Jika seorang ustadz yang menjadi politisi, ia harus menanggalkan segala atribut dan prilaku ke-ustadz-annya, dan harus mengikuti atau beradaptasi dengan perilaku para politisi. Demikian pula apabila seorang politisi menjadi ustadz ia pun harus menanggalkan baju politiknya, dan jika tidak, ia akan tetap dicurigai menggunakan agama sebagai alat politik.
Tapi, pertanyaan di atas akan menjadi mudah untuk dijawab, apabila politik dipahami sesuai dengan definisi Aristoteles bahwa politik adalah: “Segala sesuatu yang sifatnya dapat merealisasikan kebaikan di tengah masyarakat.” Definisi ini meliputi semua urusan masyarakat, temasuk di dalamnya masalah akhlak yang selama ini menjadi wilayah kerja dakwah, sebagaimana dipahami masyarakat.
Dan atau apabila dipahami definisi politik menurut Imam Syahid Hasan Al-Banna, yaitu:
“Politik adalah hal memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat.” Intermal politik adalah “mengurus persolalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan, dan dikeritik jika mereka melakukan kekeliruan.” Sedang yang dimaksud dengan eksternal politik adalah “memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.”
Baik internal maupun eksternal politik, sama-sama mencakup ajakan kepada kebaikan, seruan berbuat makruf dan pencegahan dari kezhaliman, yang selama ini menjadi wilayah kerja dakwah.
Dengan pemahaman dua definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa politik dan dakwah adalah dua kegiatan yang sangat terkait, dan sangat mungkin dakwah menjadi kegiatan politik, atau politik menjadi kegiatan dakwah, atau dapat disebut two in one. Bahwa dakwah adalah politik apabila ia berperan memahamkan masyarakat kepada hak dan kewajiban mereka. Dan bahwa politik adalah dakwah jika ia berperan mengajak masyarakat berbuat baik, memfasilitasi mereka berbuat makruf dan menutup semua pintu bagi masyarakat untuk berbuat zhalim dan dizhalimi.
Secara operasional, bahwa dakwah adalah politik dan politik adalah dakwah dapat dipahami dengan baik oleh setiap muslim apabila pertama, memahami universalitas Islam; kedua, memahami risalah penciptaan manusia; dan ketiga, mengatahui cara merealisasikan risalah tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga setiap muslim harus menjadi da’i sekaligus menjadi politisi. Karena itulah Hasan Al Banna mengatakan, “Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politisi, mempunyai pandangan jauh kedepan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya.”
Lalu bagaimana menjadi politisi dakwah? Berikut ini sub-sub bahasan yang menjelaskan lebih rinci mengenai masalah ini:
1. Kedudukan Politik Dalam Islam
Islam agama sempurna, mencakup seluruh urusan kehidupan manusia yang terdiri dari kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan negara, serta segala aktifitas yang meliputnya, seperti ekonomi, politik, pendidikan, hukum dan lain sebagainya. Islam tidak memilah antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam setiap aktifitas mengandung unsur dunia dan akhirat sekaligus.
Shalat misalnya, dalam persepsi banyak orang ia adalah amalan akhirat angsih. Tapi jika ditelaah lebih dalam, dapat ditemukan bahwa shalat adalah amalan akhirat sekaligus amalan dunia. Ia menjadi demikian karena, pertama, shalat dilaksanakan di dunia, pahalanya saja yang diperoleh di akhirat; kedua, shalat itu dzikir, dan setiap yang berdzikir pasti mendapatkan ketenangan, dan ketenangan itu kebutuhan asasi manusia dalam beraktifitas. Rasulullah saw jika sedang gundah, beliau berkata kepada Bilal: “Tenangkanlah kami dengan shalat hai Bilal!” dan yang ketiga, shalat sangat dianjurkan dilaksanakan dengan berjamaah, dan bagi yang melaksanakannya mendapatkan derajat 27 kali lipat dari pada yang shalat sendirian. Shalat berjamaah membuat kita – dengan sendrinya – bersilaturahim, mendidik kita hidup bermasyarakat dan bernegara yang teratur dan rapi. Dalam shalat berjamaah harus ada imam dan makmum yang semua tindakannya harus sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, makmum harus taat pada imam, mengikuti semua gerakan dan perintah imam, apabila tidak maka shalat sang makmum tidak sah. Dan apabila sang imam salah atau khilaf, maka wajib bagi makmum untuk menegurnya sampai imam kembali kepada yang benar. Demikian pula seharusnya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Contoh yang lain, kegiatan jual beli, dalam persepsi banyak orang, ia adalah kegiatan dunia angsih. Padahal jika ditelaah lebih mendalam, maka ia pun sekaligus menjadi kegiatan akhirat. Hal itu, karena walaupun zhahirnya jual beli adalah amalan dunia, tapi karena di dalamnya ada aturan main yang harus di patuhi oleh masing-masing penjual dan pembeli, dan jika mereka patuh pada atauran itu, maka keduanya mendapatkan pahala yang akan diperolehnya di akhirat, tapi jika salah satu atau keduanya menyalahi atuaran tersebut, maka yang berbuat salah mendapatkan dosa, yang hukumannya akan ia dapatkan pula di akhirat. Oleh karena itu Rasulullah saw besabda, “pedagang yang jujur mendapatkan naungan arasy pada hari kiamat.”
Dengan demikian, semua amalan, baik mahdhah maupun gairu mahdhah di dalam Islam, memiliki kedudukan yang sama, termasuk di dalamnya politik. Bahkan jika politik berarti kekuasaan, Utsman bin ‘Affan ra berkata: “Al-Qur’an lebih memerlukan kekuasaan dari pada kekuasaan membutuhkan Al-Qur’an.”
Karena politik bagian dari keuniversalan Islam, maka setiap muslim meyakini bahwa Islam memiliki sistim politik yang bersumber dari Allah, dicontohkan oleh Rasulullah dan dikembangkan oleh para sahabat dan salafussaleh, sesuai dengan dinamika perkembangan hidup manusia setiap masa. Berikutnya setiap muslim pun siap menjalankan sistem itu, dan tidak akan menjalankan sistim yang lain, karena kahawatir akan tergelincir pada langkah-langkah syaitan. Itulah bagian dari pengertian firman Allah SWT; “Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syatan. Sesungguhnya syaitan itu bagi kalian adalah musuh yang nyata.” (Al-Baqarah: 208)
2. Peran Politik Dalam Dakwah
Allah telah menetapkan risalah penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada-Nya, kemudian menjadikannya khalifah dalam rangka membangun kemakmuran di muka bumi bagi para penghuninya yang terdiri dari manusia dan alam semesta.
Agar risalah ini menjadi abadi dalam sejarah peradaban manusia, Allah SWT ‘merekayasa’ agar dalam kehidupan terjadi hubungan interaksi ‘positif’ dan ‘negatif’ di antara semua makhluk-Nya secara umum, dan di antara manusia secara khusus. Yang dimaksud dengan interaksi positif ialah, adanya hubungan tolong menolong sesama makhluk. Sedangkan interaksi negatif ialah, adanya hubungan perang dan permusuhan sesama makhluk. Allah SWT berfirman: “…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai yang dicurahkan atas semesta alam.” (Al-Baqarah: 251)
Keabadian risalah tersebut sangat tergantung pada hasil dari setiap interaksi baik yang positif maupun negatif. Jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang saleh, yang pada gilirannya mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan; dan jika berada dalam peperangan, dimenangkan pula oleh orang-orang saleh itu, maka pasti yang akan terjadi adalah keabadian risalah.
Tapi jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang buruk yang bersepakat melaksanakan kejahatan dan permusuhan, dan selanjutnya mereka pula yang memenangkan peperangan, maka pasti yang akan terjadi adalah kehancuran.
Disinilah letak politik berperan dalam dakwah. Dakwah mengajak pada kebaikan, melaksanakan risalah penciptaan manusia, menyeru kepada yang makruf dan mencegah semua bentuk kemungkaran, sementara politik berperan memberikan motivasi, perlindungan, pengamanan, fasilitas, dan pengayoman untuk terealisasinya risalah tersebut.
Sejarah telah membuktikan, bahwa naskah-naskah Al-Qur’an yang sangat ideal pernah menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Pada zaman Nabi saw, seorang Bilal bin Rabah yang hamba sahaya pada masa jahiliyah menjadi orang merdeka pada masa Islam, dan memiliki kedudukan yang sama dengan para bangsawan Quraisy, seperti Abubakar Siddiq dan Umar bin Khattab. Ini karena Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah saw mengajarkan persamaan derajat, sekaligus beliau sebagai pemimpin umat – dan tidak salah jika dikatakan pemimpin politik umat – menjamin realisasi persamaan derajat itu sendiri. Sehingga pernah suatu ketika beliau marah kepada seorang shabatnya yang mencela warna kulit Bilal.
Pada zaman yang sama, ketika Nabi saw mengirim pasukannya ke negeri Syam, beliau berpesan agar pasukan itu tidak menebang pohon kecuali untuk kebutuhan masak, melarang membunuh anak-anak, perempuan, orang tua yang tidak ikut berperang dan orang yang telah menyerah, beliau juga melarang membunuh orang yang sedang beribadah di gereja, dst. Ini semua adalah buah dari ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an.
Sepeninggalan beliau, Rasulullah digantikan oleh Abubakar Siddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib secara berurutan. Pada zaman keempat sahabat itu, keadaan yang telah dibangun oleh Rasulullah saw tidak berubah, semua warga dibawa kepemimpinan khilafah menjalankan hak dan kewajiban, mendapatkan persamaan derajat, tidak ada yang dizalimi kecuali mendapatkan haknya, atau berbuat zhalim kecuali telah mendapatkan sangsi. Keadaan ini berlangsung sampai masa keemasan Islam di Damaskus, kemudian di Bagdad dan Andalusia.
Tapi seirng dengan perkembangan berikutnya, umat menjauh dari agamanya, kegiatan agama dijauhkan dari kegiatan realitas kehidupan masyarakat sehari-hari, demikian pula sebaliknya, hingga sampailah zaman itu pada generasi kita.
Kita bersedih dengan keadaan kita, umat Islam sebagai umat terbesar di alam raya ini, tapi terzalimi hak-haknya, umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri tercinta ini, tapi terbantai di Maluku dan di Poso, tidak boleh menjalankan syariat agamanya secara kaffah, dihambat para pemimpinya yang saleh untuk memimpin bangsanya, tidak diberi kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekonominya, dst.
Mungkinkah sejarah kita hari ini berulang seperti sejarah generasi pertama umat ini. Sangat mungkin! Tentu apabila kita mau memenuhi syarat-syaratnya. Sebagiannya telah kami sebutkan dalam makalah ini, yaitu dakwah dan politik sebagai instrumen terlaksananya ajaran Islam harus menyatu menjadi karakter setiap muslim, atau dengan kata lain menjadi poltisi dakwah.
3. Karakteristik Politisi Dakwah
Setiap muslim berkewajiban menjadi dai, paling tidak, untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana Rasulullah saw berwasiat: “Sampaikanlah tentang ajaranku walaupun satu ayat.” Dan sekaligus secara perlahan menjadi politisi dakwah, sebagaimana telah kami ungkapkan sebelumnya. Adapun sifat dan karakter yang dimiliki para politisi dakwah adalah sebagai berikut:
A. Memiliki Keperibadian politik.
Kepribadian politik adalah sekumpulan orientasi politik yang terbentuk pada diri seseorang dalam menyikapi dunia politik. Ia memiliki tiga aspek.
Pertama, Doktrin-doktrin yang mengandung makna politis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Doktrin-doktrin yang tidak langsung meliputi:
(a) Doktrin khusus yang berkaitan dengan ketuhanan, manusia, alam semesta, pengetahuan dan nilai-nilai. Yaitu:

Keyakianan bahwa Allah swt adalah musyarri’ (Pembuat hukum).
Keyakinan bahwa al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (anti loyalitas) adalah konsekuensi aqidah, loyal hanya kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Dan kepada selainnya tidak akan pernah loyal.
Keyakinan bahwa semua manusia sama dalam hal penciptaan, hak dan kewajibannya.
Keyakinan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi, dengan tujuan memakmurkan bumi sesuai dengan syariat Allah, dan bahwa alam ini ditundukkan untuknya.
Keyakinan bahwa sumber nilai-nilai adalah wahyu.

(b) Doktrin khusus tentang masyarakat, perubahan sosial, dan perempuan. Yaitu:

Keyakinan bahwa karakteristik dan prinsip masyarakat muslim adalah akhlak.
Keyakinan bahwa perubahan sosial adalah atas dasar kemauan dan gerak manusia itu sendiri, berangkat dari pembinaan individu, kemudian keluarga, masyarakat dan negara.
Keyakianan bahwa perempuan memiliki hak-hak politik sama dengan hak-hak politik laki-laki.

Sedang doktrin-doktrin yang mengandung makna politis secara langsung adalah:
(a) Doktrin khusus tentang keadilan dan kedamaian sosial.
(b) Doktrin tentang strategi moneter, kemerdekaan dan kebangkitan ekonomi.
(c) Doktrin khusus tentang hukum dan kekuasaan, bahwa hukum Islam sebagai sumber kekuasaan; umat sebagai lembaga pengawas dan yang mengangkat dan menurunkan pemerintah; syura adalah keniscayaan; keadilan ditegakkan; kebebasan dan persamaan derajat adalah hak dan kebutuhan setiap orang.
(d) Doktrin khusus tentang kepahlawanan dan kewarganegaraan.
(e) Doktrin khusus tentang kemerdekaan kultural; kewajiban membebaskan diri dari penjajahan; dan kewajiban berjihad di jalan Allah.
Kedua, Pengetahuan dan wawasan politik, masalah ini akan dibahas pada point memiliki kesadaran politik.
Ketiga, Orientasi dan perasaan politik. Para politisi dakwah yang telah meyakini doktrin-doktrin di atas, disertai dengan pengetahuan dan wawasan yang luas tentang politik, maka pasti ia memiliki orientasi dan perasaan politik. Diantaranya: Loyal kepada pemerintah yang menegakkan syariat Islam; rasa ukhuwah insaniyah dan islamiyah, serta rasa persamaan derajat dengan orang lain; hasrat melakukan perubahan sosial dengan ishlah dan tarbiyah; menghindari kekerasan; menghargai pendapat orang-orang berpengalaman; sikap positif terhadap aktivitas positif; benci kesewenang-wenangan; cinta kemerdekaan; rasa kewarganegaraan dan kepahlawanan; rasa benci dan tunduk kepada bangsa lain; mendukung gerakangerakan-gerakan kemerdekaan di seluruh dunia; bermusuhan dengan penjajah dan seterusnya.
Kesemua orientasi dan perasaan politik tersebut sangat penting, dan seharusnya politisi dakwah membangunnya pada dirinya dan pada umat Islam serta pada masyarakat umum.
B. Memiliki kesadaran politik.
Kesadaran poltik yang musti dimiliki oleh seorang politisi dakwah adalah:
Pertama, Kesadaran misi, yaitu kesadaran terhadap ajaran Islam itu sendiri, atau kesadaran akan doktrin-doktrin yang telah disebutkan di depan. Ia meliputi pada penyadaran akan dasar-dasar aqidah, akhlak, sosial, ekonomi dan plitik Islam; Juga meliputi pada penyadaran akan pentingnya aplikasi Islam, sebagai asas identitas umat; Selanjuntnya meliputi pula pada penyadaran terhadap karakteristik konseptualnya. Misalnya ia adalah konsep universal untuk seluruh zaman dan tempat.
Kedua, Kesadaran gerakan, yaitu kesadaran terhadap ajaran islam tidak akan terwujud di tengah masyarakat dan negara kecuali ada organisasi pergerakan yang berkomitmen dengan asas Islam, dan bekerja untuk mewujudkannya.
Ketiga, Kesadaran akan problematika politik yang terjadi di masyarakat, yang meliputi probelematika politik nasional, regional dan internasional. Contoh untuk problematika nasional adalah penegakan hukum Islam dengan usulan agar UUD 1945 pasal 29 diamandemen, dan memasukkan ke dalamnya tujuh kata piagam Jakarta.
Keempat, Kesadaran akan hakikat dan sikap politik, yaitu kemapuan politisi dakwah memahami peristiwa poltik dan sadar akan sikap kekuatan-kekuatan politi dalam menghadapi berbagai peristiwa politik itu sendiri. Kesadaran semacam ini tidak mungkin ada tanpa kemampuan mutabaah terhadap berbagai peristiwa dan berbagai kekuatan politik baik melalui media massa maupun kajian-kajian.
Keempat kesadaran poltik tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesadaran misi adalah kesadaran permanen; kesadaran gerakan adalah kesadaran permanen dan fleksibel; kesadaran problematika politik adalah kesadaran fleksibel berdasarkan pandangan yang permanen; dan kesadaran sikap politik adalah kesadaran fleksibel sesuai jenis peristiwa.
C. Berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik.
Paertisipasi politik seseorang sangat bergantung orientasi politiknya yang telah terbentuk oleh doktrin-doktrin politik yang telah diyakininya. Maka seorang politisi dakwah yang telah meyakini bahwa menegakkan pemerintahan Islam dalah kewajiban, pasti akan berparisipasi pada setiap kegiatan politik yang kan menuju ke sana. Dalam rangka menggapai keyakinan tersebut, seorang politisi dakwah dapat berpartisipasi; pertama, dalam bentuk individu dengan menjadi anggota organisasi politik; sedang yang kedua, dalam bentuk memberikan solusi atas realita dan problematika masyarakat.
Contoh untuk bentuk yang pertama adalah, lahirnya parati-partai politik yang sebelumnya hanya berbentuk gerakan-gerakan dakwah yang terorganisir rapi dan sistematis, yang kemudian setiap anggota gerakan menjadi anggota partai politik secara otomatis. Dan mensukseskan setiap kegiatan partai tersebut pada setiap jenjang struktur yang menjadi hak dan wewenangnya.
Sedang contoh untuk bentuk yang kedua adalah, keikutserataan seorang politisi dakwah dalam aksi-aksi politik, seperti demonsntrasi menentang kebijakan nasional ataupun internasional yang merugikan agama Islam, atau keikutsertaan seorang politisi dakwah dalam pelayanan sosial, misalnya dengan membantu warga yang sedang mendapatkan musibah atau bencana alam, atau dengan melakukan upaya menghilangkan buta huruf di masyarakat, atau dengan mengadakan aksi mengangkat masyarakat dari bawah garis kemiskinan dls.
4. Langkah-langkah Menjadi Politisi Dakwah
Semoga dengan uraian di depan dapat menghilangkan keterbelahan pemahaman bahwa dakwah dan poltik adalah sesuatu yang kuntra, dan tidak dapat disatukan dalam satu aktifitas. Semoga pula dapat ‘menggoda’ kita untuk menanam saham kebaikan dalam rangka membangun peradaban dunia, yang sesuai kehendak Allah, melaui aktifitas dakwah dan politik. Akan tetapi dari mana kita memulai?
Pertama, Membangun kembali pemahaman kegamaan kita, bahwa agama Islam itu agama yang syamil, mencakup seluruh aspek kehidupan; bahwa agama Islam itu asasnya aqidah, batangnya amal ibadah dan buahnya adalah akhlak; bahwa agama Islam itu diamalkan di dunia dan pahalanya diperoleh di akhirat; bahwa agama Islam itu diturunkan Allah untuk semua manusia, dan sterusnya. Pemahaman ini harus dibangun melalui peroses belajar mengajar. Islam mengajarkan bahwa belajar dilakukan dengan dua hal: Satu, dengan membaca fenomena-fenomena alam dan literatur-literatur; dan dua, dengan belajar melalui guru. Kedua metode tersebut harus dilakukan oleh stiap muslim, tidak boleh hanya salah satunya. Sebab dengan membaca saja seseorang dapat tersesat, atau dengan melalui guru saja, seseorang memiliki wawasan yang sempit. Karena dengan demikian, kita sebagai politisi dakwah dapat mengamalkan Islam penuh tanggung jawab, tidak berdasarkan hawa nafsu.
Kedua, Membangun kembali kebersamaan kita, bahwa kita itu bersaudara, tidak dipisahkan oleh batasan darah, suku dan bangsa, apalagi hanya dibatasi oleh perbedaan organisasi keagamaan atau perbedaan madzahab; bahwa kita itu perlu kerjasama dan berjamaah, karena memang setiap amalan dalam agama Islam sangat dianjurkan dilakukan dalam berjamaah; bahwa kita tidak dapat merealisasikan sebagian besar ajaran agama Islam kecuali dengan bersama-sama. Kebersamaan dapat dibangun dengan kemampuan kita melepaskan egoisme individu masing-masing kita, sehingga kita dapat menerima dan memberi nasehat orang lain, serta mampu bersabar atas kekurangan dan perbedaan dalam kebersamaan. Sehingga kebersamaan ini membuat politisi dakwah menjadi kuat dan dapat segera mencapai cita-citanya.
Ketiga, Mengenal kembali potensi dan kelebihan diri kita; bahwa masing-masing kita memiliki kelebihan yang berbeda dengan orang lain; bahwa kelebihan kita dapat menjadi keunggulan yang menutupi kekurangan orang lain; bahwa keunggulan kita dapat menghapus kelemahan kita. Yang penting, dengan keunggulan itu dapat kita jadikan sebagai sarana yang memanjangkan umur pahala kita. Sehingga kita menumbuhkannya secara terus dan menjadi politisi dakwah melalui keunggulan tersebut.
Keempat, Memahami kembali realitas kehidupan kita; bahwa kita hidup pada hari ini, bukan hari kemarin yang sangat mungkin kulturnya jauh berbeda dengan hari ini; bahwa kehidupan itu penuh dengan dinamika, sehingga kita politisi dakawah dituntut memiliki kemampuan mengaktualisasikan ajaran Islam, dalam bentuk sarana, metode, dan cara sesuai zaman, tanpa harus keluar dari frame dasar agama ini.
Akhirnya, Telah menjadi harapan kami, semoga kita dapat menjadi politisi dakwah yang mempelopori pelaksanaan ajaran Islam, secara bersama-sama, berangkat dari keunggulan kita masing-masing, dalam nuansa memperhatikan keadaan, perubahan dan dinamika zaman, yang pada gilirannya Islam tidak hanya tertulis dalam Al-Qur’an, tergambar dalam Sunnah dan tertarjamah dalam buku-buku, tapi menjadi kenyataan di muka bumi. Atau tidak hanya menjadi gambar dan maket, tapi dapat menjadi bangunan yang kokoh, yang semua orang dan makhluk dapat bernaun dan tinggal dengan damai dalam bangunan tersebut. Allahu a’lam

http://www.dakwatuna.com/2009/02/1965/menjadi-politisi-dakwah