
BANDUNG - Perempuan yang jumlahnya hampir separuh populasi penduduk Jawa Barat, diminta mengambil peran sebagai pusat kehidupan alias center of life. Kenyataannya, belum banyak perempuan yang bisa menghadirkan perubahan. "(Padahal) banyak hat dapat dilakukan oleh perempuan," kecam, Ketua Forum Pendidikan Anak Usia Dini Jawa Barat" Netty Prasetyani, dalam pembukaan Musyawarah Wilayah XI Wanita Syarikat Islam Indonesia Provinsi Jawa Barat.
Istri Gubernur Jawa Barat ini mengatakan, perempuan setidaknya memiliki tiga peranan dalam kehidupan. Yaitu sebagai istri, ibu, dan anggota masyarakat. Sebagai istri; ujar dia, perempuan berperan memberikan semangat, pertolongan, dan perhatian kepada suaminya. Sebagai ibu, melahirkan dan mendidik anak-anak hebat adalah peran perempuan. Demikian juga mendidik anak-anak di sekitarnya saat berperan di masyarakat.
Netty melihat ada beberapa kendala perempuan di Jawa Barat. Yaitu paradigma, mentalitas, intelektualitas, manajemen, dan sistem pendukung. Misalnya, kata dia, masih banyak pendapat bahwa perempuan cukup tinggal di rumah saja. "Ini membuat perempuan tidak maju," kata dia.
Dari sisi mentalitas, tambah Netty, perempuan kerap merasa tak cukup pintar dan mampu di bandingkan laki-laki. Sekolah pun dianggap tak perlu tinggi, karena ujungnya ke dapur.
Sedangkan dari sisi manajemen, perempuan kurang punya kemampuan mengatur waktu bila beraktivitas di luar rumah. "Sehingga apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu, terbengkalai." Kendala lain adalah kurangnya dukungan sistem untuk perempuan bisa berperan di masyarakat.
Saat ini, sebut Netty, rata-rata jangka waktu pendidikan perempuan di Jawa Barat hanya 7,8 tahun. Meskipun memperlihatkan tren naik, angka ini memperlihatkan rendahnya pendidikan perempuan Jawa Barat.
Netty menegaskan perlu upaya untuk memberdayakan perempuan. Menurut dia, perempuan harus bisa menjadi agen perubahan, bermitra, dan mampu menyelesaikan permasalahan. Bahkan, tambah dia, perempuan harus bisa membangun dukungan dan jaringan, sehingga bisa membangun kesadaran masyarakat.
Pimpinan Wilayah Syarikat Islam Jabar, Asep Saetamim, berharap musyawarah ini akan menentukan sinergi organisasi masyarakat Islam dengan pemerintah Jawa Barat. Termasuk dalam pemberdayaan perempuan. "Nuansa agamis yang ada di Jawa Barat harus tetap dipertahankan dan diperluas sehingga terlepas dari korupsi dan ketidakjujuran", papar Asep. (mj40, ed: palupi)
Sumber: Harian Republika - Senin, 19 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar