Rabu, 22 Februari 2012

korupsi Rp 2,5 M,bupati Subang nonaktif diganjar MA 5 tahun penjara


Jakarta detiknews.Udara bebas Bupati Subang nonaktif, Eep Hidayat, kini tinggal kenangan. Jika di Pengadilan Tindak Pidana korupsi (Tipikor) Bandung dia bebas, namun di tangan Mahkamah Agung (MA) nasib Eep berbalik, dia harus mendekam di penjara selama 5 tahun.

Selain itu dia juga didenda Rp 200 juta serta subsider 3 bulan penjara dan wajib mengembalikan uang negara sebesar Rp 2,548 miliar. Putusan ini dibuat oleh majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua didampingi anggota Leo Hutagalung dan Syamsul Chaniago.

"Mengabulkan kasasi JPU karena terdakwa terdakwa bersalah melakukan korupsi seperti dalam dakwaan primer," kata Artidjo, Rabu (22/2/2012).

Menurut Artidjo, putusan ini diputuskan melalui Rapat Permusyawaratan Hakim pada Senin (21/2) dengan suara bulat. "Putusan ini dibacakan kemarin (Senin 21/2) dan tidak ada yang dissenting opinion," ungkap Artidjo.

Seperti diketahui, JPU mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tipikor Bandung memvonis bebas terdakwa perkara korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) Pemerintah Kabupaten Subang tahun 2005-2008 yang juga Bupati Subang (nonaktif) Eep Hidayat.

Menurut majelis Hakim Tipikor saat itu yang diketuai I Gusti Lanang, dakwaan primer yang didakwakan oleh JPU kepada Eep Hidayat, yakni Pasal 2 juncto Pasal 18 UU No 31/ 1999 tentang Pemberantasan Korupsi tidaklah tepat karena tidak ada kerugian negara yang disebabkan oleh terdakwa, karena JPU tidak mencantumkan kerugian negara dari BPK.

Majelis hakim menilai dakwaan primer JPU terhadap terdakwa tidak tepat karena sebelumnya MA mengabulkan kasasi Agus Muharram terkait perkara korupsi yang sama dengan Eep Hidayat yakni Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.

Hakim I Gusti Lanang juga menambahkan, penerbitan SK Bupati Subang Nomor 973/Kep.604-Dipenda/2005 tentang pembagian Biaya Pemungutan PBB, yang diterbitkan oleh terdakwa bukanlah sebuah perbuatan melanggar hukum.

"Pembagian BP PBB ialah hak dari seorang kepala daerah tidak persetujuan DPRD dan hal ini tidak bertentangan dengan aturan hukum," kata I Gusti Lanang saat itu.


(asp/nrl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar